Tuesday, January 22, 2019

MAKALAH METODOLOGI PENAFSIRAN AL-QUR’AN


MAKALAH METODOLOGI PENAFSIRAN AL-QUR’AN
BAB I
PENDAHULUAN
                                                                            
1.1       Latar Belakang
                 Al-Quran secara tekstual memang tidak berubah, tetapi penafsiran atas teksnya selalu berubah, sesuai dengan konteks ruang dan waktu manusia. Karenanya, al-Qu’ran selalu membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan diinterpretasikan (ditafsirkan) dengan berbagai alat, metode, dan pendekatan untuk menguak isi sejatinya. Aneka metode dan tafsir diajukan sebagai jalan untuk membedah makna terdalam dari al-Quran itu. Sehingga al-Qur’an seolah menantang dirinya untuk dibedah.
             Saat ini, banyak terjemah, tafsir, dan buku yang mengupas al-Quran. Setiap kali kita mendengar khutbah dan ceramah, kita juga acap kali telah hafal ayat-ayat yang disampaikan. Kita pun melaksanakan nilai dan ajaran al-Quran dalam ibadah ritual maupun muamalah.             Selama empat belas abad ini, khazanah intelektual Islam telah diperkaya dengan berbagai macam perspektif dan pendekatan dalam menafsirkan al-Quran.
           Walaupun demikian terdapat kecenderungan yang umum untuk memahami al-Quran secara ayat per-ayat bahkan kata perkata. Selain itu, pemahaman akan al-Quran terutama didasarkan pada pendekatan filologis gramatikal. Pendekatan ayat per-ayat atau kata per-kata tentunya menghasilkan pemahaman yang parsial (sepotong) tentang pesan al-Quran. Bahkan, sering terjadi penafsiran semacam ini secara tidak semena-mena menggagalkan ayat dari konteks dan dari aspek kesejarahannya untuk membela sudut pandang tertentu. Dalam kasus-kasus tertentu, seperti dalam penafsiran teologis, filosofis, dan sufistis, gagasan-gagasan asing sering dipaksakan ke dalam al-Quran tanpa memerhatikan konteks kesejarahan dan kesusasteraan kitab suci itu.

1.2       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Metodologi Tafsir ?
2.      Bagaimana perkembangan Metodologi Tafsir?
3.      Sebutkan Metodologi-metodologi Penafsiran Al-Qur’an ?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1   Pengertian Metodologi Tafsir
                 Kata “Metode” berasal dari bahasa Yunani methodos,yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Inggris, kata itu ditulis method, dan bangsa Arab menerjemakannya dengan  Thariqat  dan  manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti: “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan. Pengertian serupa ini juga dijumpai dalam kasus Webster.
                Pengertian metode yang umum itu dapat digunakan pada berbagai objek, baik berhubungan dengan pemikiran  maupun penalaran akal,atau menyangkut pekerjaan fisik.Jadi dapat dikatakan, metode adalah salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kaitan ini, maka studi tafsir Al-qur’an tidak lepas dari metode, yakni suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.
              Definisi itu memberikan gambaran  bahwa metode tafsir Al-Qur’an tersebut berisi seperangkat kaidah dan aturan yang harus diindahkan ketika menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.Apabila seseorsng menafsirkan Al-Qur’an tanpa menerapkan metode,tidak mustahil penafsirannya akan keliru.Tafsir serupa ini disebut bi al-ra’y al-mahdh (tafsis berdasarkan pemikiran semata) yang dilarang oleh Nabi bahkan Ibnu Taymiyah menegaskan bahwa penafsiran serupa itu haram.
              Adapun metodologi tafsir ialah ilmu tentang metode menafsirkan Al-Qur’an.Dengan demikian, kita dapat membedakan antara dua istilah itu, yakni: metode tafsir,cara-cara menafsirkan Al-Qur’an.Pembahasan teoritis dan ilmiah mengenai metode muqarin (perbandingan),misalnya disebut  analisis metodologis,sedangkan pembahasan itu berkaitan dengan cara penerapan metode itu terhadap ayat-ayat Al-Qur’an disebut pembahasan metodik.Sedangkan cara menyajikan tafsir disebut teknik atau seni penafsiran.Jadi metode tafsir merupakan kerangka atau kaidah  yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.Dan seni atau teknik ialah cara yang dipakai ketika menerapkan kaidah yang telah tertuang didalam metode.Sedangkan metodologi tafsir  ialah  pembahasan ilmiah tentang metode-metode penafsiran Al-Qur’an.[1]
2.2   Perkembangan Metodologi Tafsir
          Penafsiran  Al-Qur’an itu dilakukan melalui empat cara (metode) yaitu: ijmali (global), tahlili (analitis), muqarin (perbandingan), dan maudhu’i (tematik).Nabi dan para sahabat menafsirkan Al-Qur’an secara ijmali,tidak memberikan rincian yang memadai.Karenanya didalam tafsiran mereka pada umumnya sukar menemukan uraian yang detail.Karena itu, tidak salah bila dikatakan  bahwa metode ijmali  merupakan metode tafsir Al-Qur’an yang mula-mula muncul.Kemudian diikuti oleh metode tahlili dengan mengambil bentuk al-ma’tsur,kemudian tafsir ini  berkembang dan mengambil bentuk al-ra’y. Tafsir dalam bentuk ini kemudian berkembang terus dalam dengan pesat sehingga mengkhususkan kajiannya pada bidang-bidang tertentu.seperti fiqih,tasawuf,bahasa dan sebagainya. Dapat dikatakan,corak-corak serupa inilah di abad modern yang mengilhami lahirnya tafsir maudhu’i atau disebut juga dengan metode maudhu’i atau tematik. Kemudian lahir pula metode muqarin. Ini di tandai dengan di karangnya kitab-kitab tafsir yang menjelaskan ayat yang beredaksi mirip seperti  Durrat al-Tanzil wa ghurrat al-Ta’wil oleh al-Khatib al- Iskafi (w.240 H)  dan  Al-Burhan fi Taujih Mutasyabah Al-Qur’an oleh Taj al-Qurra’ al –Karmawi (w.505 H). Terakhir lahirlah metode tematik sebagaimana telah disebutkan. Meskipun pola penafsiran semacam ini telah lama di kenal dalam sejarah tafsir Al-Qur’an, namun sebagai dinyatakan oleh Quraish Shihab, istilah metode maudhu’i yang kita kenal sekarang pertama kali dicetuskan oleh Ustadz al-Jil (Maha Guru Generasi Mufasir), yaitu Prof.Dr.Ahmad al-Kuumy.
2.3   Metode-Metode Penafsiran Al-Qur’an
       A. Metode Ijmali (Global)
             Yang dimaksud dengan metode ijmali (global) ialah menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup,dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti,dan enak dibaca.Penulisannya  menuruti susunan ayat-ayat didalam mushaf,penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa Al-Qur’an sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar  Al-Qur’an padahal yang didengarnya itu adalah tafsirannya.
1)      Ciri-ciri Metode Global (ijmali)
Metode global,yakni mufassirnya langsung menafsirkan Al-Qur’an dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul,tak jauh beda dengan  metode analitis.Namun uraian didalam metode analitis lebih rinci dari pada didalam metode global,sehingga mufassir lebih banyak dapat mengemukakan pendapat dan ide-idenya.Dalam metode global tidak ada ruangan baginya  untuk mengemukakan pendapat serupa itu.Tafsir ijmali tidak memberikan penafsiran secara  rinci,tapi ringkas dan umum.Sehingga seakan-akan kita masih membaca Al-Qur’an padahal yang dibaca adalah tafsirannya.Namun pada ayat-ayat tertentu diberikan juga penafsiran yang agak luas,tapi tidak sampai pada wilayah tafsir analitis (tahlili).Ciri metode global ini tidak terletak pada jumlah ayat yang ditafsirkan,apakah keseluruan mushaf atau hanya sebagian saja.Yang menjadi tolok ukur ialah pola atau sistematika pembahasan.
2)      Kelebihan dan Kekurangan Metode Global
a.kelebihan metode ijmali
Ø  Praktis dan mudah difahami
Ø  Bebas dari penafsiran israiliat
Ø  Akrab dengan bahasa Al-Qur’an
            b.kekurangan metode ijmali
Ø  Menjadikan petunjuk Al-Qur’an bersifat persial
Ø  Tak ada ruangan untuk mengemukakan analisis yang memadai
            B. Metode Tahlili (Analitis)
                 Yang dimaksud dengan metode tahlili (analitis)  ialah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung didalam ayat-ayat  yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.[2]
Dalam metode ini,biasanya mufassir menguraikan makna yang dikandung  oleh Al-Qur’an,ayat demi ayat surah demi surah sesuai dengan urutannya didalam mushaf.Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan.

1)      Ciri-ciri Metode Tahlili
Penafsiran yang mengikuti metode ini dapat mrngambil bentuk ma’tsur (riwayat) atau ra’y (pemikiran).Pola penafsiran yang diterapkan oleh para pengarang kitab-kitab tafsir,mereka berusaha menjelaskan makna yang terkandung didalam ayat-ayat Al-Qur’an secara komprehensif  dan menyeluruh baik yang berbentuk al-ma’tsur maupun al-ra’y.Meskipun tafsir yang memakai metode analitis ini mengandung uraian yang lebih rinci,namun dikarenakan bentuknya al-ma’tsur,pendapat dari mufassirnya sendiri tetap sukar ditemukan.Salah satu ciri utama yang membedakannya secara mencolok dari tafsir bi al-ra’y (pemikiran).Di dalam tafsir bi al-ma’tsur  tetap ada analisis tapi sebatas adanya riwayat.Penafsiran akan berjalan terus selama riwayat masih ada,jika riwayat habis, maka penafsiran berhenti pula.Berbeda halnya dengan tafsir bi al-ra’y.Di mana penafsiran akan berjalan terus ,ada atau tidak adanya riwayat.Hal itu dimungkinkan karena fungsi riwayat  didalam tafsir bi al-ra’y hanya sebagai legitimasi bagi suatu penafsiran bukan sebagai titik tolak atau subjek.Sebaliknya didalam bi al-ma’tsur,riwayat itulah yang menjadi subjek penafsirannya.Bentuk  ma’tsur,maka pemikiran mufassir  tidak tampak didalamnya,sebaliknya pada penafsiran yang kedua menggunakan bentuk ra’y pemikiran mufassir terasa amat dominan.Bahwa kedua bentuk penafsiran itu tidak pernah mengenyampingkan riwayat,tapi keduanya memakainya.Pada tafsir bi al-ma’tsur riwayat dijadikan dasar pijakan dan titik tolak serta subjek penafsiran.edangkan pada tafsir bi al-ra’y riwayat hanya difungsikan sebagai legitimasi untuk mendukung penafsiran yang di berikan.Tafsir bi al-ma’tsur sangat tergantung pada riwayat sebaliknya tafsir bi al-ra’y tidak mempunyai ketergantungan serupa itu.
2)      Kelebihan dan Kekurangan Metode Analitis
a.kelebihan metode tahlili
Ø  Ruang lingkup yang luas
Ø  Memuat berbagai ide
           b.kekurangan metode tahlili
Ø  Menjadikan petunjuk  Al-Qur’an parsial
Ø  Melahirkan penafsiran subjektif
Ø  Masuk pemikiran israiliat
    C.Metode Komparatif  (Muqarin)
         Yang dimaksud dengan metode komparatif ialah: membandingkan teks (nash) ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama. Dari definisi diatas terlihat jelas bahwa tafsir Al-Qur’an dengan menggunakan metode ini mempunyai cakupan yang teramat luas, tidak hanya membandingkan ayat dengan ayat melainkan juga memperbandingkan ayat dengan hadits serta membandingkan pendapat para mufasir dalam menafsirkan suatu ayat.
1)      Ciri-ciri Metode Komparatif
Perbandingan adalah ciri utama bagi metode komparatif. Hal itu  disebabkan karena yang dijadikan bahan dalam memperbandingkan ayat dengan ayat atau ayat dengan hadits adalah pendapat para ulama tersebut. Oleh karena itu,jika suatu penafsiran dilakukan tanpa meperbandingkan berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tafsir maka pola semacam itu tak dapat di sebut metode komparatif. Dalam konteks inilah Al-Farmawi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan metode komparatif  ialah: menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan  pada apa yang telah ditulis oleh sejumlah mufasir. Selanjutnya langkah-langkah yang harus diterapkan untuk mencapai tujuan itu adalah dengan memusatkan perhatian pada sejumlah ayat tertentu, lalu melacak berbagai pendapat para mufasir tentang ayat tersebut,baik yang klasik (salaf) maupun yang ditulis oleh para ulama khalaf. Dari uraian yang dikemukakan itu diperoleh gambaran bahwa dari segi sasaran (objek) bahasan ada tiga aspek yang dikaji di dalam tafsir perbandingan yaitu perbandingan ayat dengan ayat,ayat dengan hadits, dan pendapat para ulama tafsir dalam menafsirkan Al-Qur’an.[3]



2)      Kelebihan dan Kekurangan Metode Komparatif
a.       Kelebihan metode komparatif
Ø  Memberikan wawasan penafsiran yang relatif  lebih luas kepada para pembaca bila dibandingkan dengan metode-metode lain.
Ø  Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran perhadap pendapat orang lain yang kadang-kadang  jauh berbeda dari pendapat kita dan tak mustahil ada yang kontradiktif.
Ø  Tafsir dengan metode komparatif  ini amat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang suatu  ayat.
Ø  Dengan menggunakan metode komparatif,maka mufasir didorong untuk mengkaji berbagai ayat dan hadits-hadits serta pendapat-pendapat para mufasir  yang lain.
b.      Kekurangan metode komparatif
Ø  Penafsiran yang memakai metode komparatif tidak dapat diberikan kepada para pemula, seperti mereka yang sedang belajar  pada tingkat sekolah menengah ke bawah.
Ø  Metode komparatif  kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh di tengah masyarakat.
Ø  Metode komparatif  terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang pernah diberikan oleh ulama dari pada mengemukakan  penafsiran-penafsiran baru.[4]
          D. Metode maudhu’i (Tematik)
               Yang dimaksud dengan metode tematik ialah membahas  ayat-ayat Al-Qur’an  sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek,seperti asbab al-nuzul,kosakata dan sebagainya.
1)      Ciri-ciri Metode Tematik
Sesuai dengan namanya tematik, maka yang menjadi ciri utama dari metode ini ialah menonjolkan tema,judul atau topik pembahasan, sehingga tidak salah  jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode topikal. Penafsiran yang diberikan  tak boleh jauh dari pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an  agar tidak terkesan. Karena itu dalam proses pemakaiannya metode ini tetap menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku secara umum di dalam ilmu tafsir. Semua yang berkaitan dengan permasalahan yang tercakup dalam tema yang dipilih harus dibahas secara tuntas dan menyeluruh agar di peroleh solusi dari permasalahan yang timbul.
Dalam penerapan metode ini,ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh mufasir,senagaimana yang di ungkapkan oleh Al-Farmawi:
a)      Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul tersebut sesuai dengan kronologi urutan turunnya.
b)      Menelusuri latar belakang turun (asbab nuzul) ayat-ayat yang telah di himpun.
c)      Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat  yang dipakai dalam ayat tersebut,terutama kosakata yang menjadi pokok permasalahan didalam ayat itu.
d)     Mengkaji pemahaman ayat-ayat itu  dari pemahaman berbagai aliran dan pendapat para mufasir baik yang klasik maupun kontemporer.
e)      Semua itu dikaji secara tuntas dan saksama dengan menggunakan penalaran yang objektif melalui kaidah-kaidah tafsir yang mu’tabar, serta didukung oleh fakta, dan argumen-argumen dari Al-Qur’an, hadits, atau fakta-fakta sejarah yang dapat di temukan.[5]
2)      Kelebihan dan  Kekurangan  Metode Tematik
a.kelebihan metode tematik
Ø  Menjawab tantangan zaman
Ø  Praktis dan sistematis
Ø  Dinamis
Ø  Membuat pemahaman menjadi utuh
             b.kekurangan metode tematik   
Ø  Memenggal ayat Al-Qur’an
Ø  Membatasi pemahaman ayat[6]

  
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
         Suatu kenyataan bahwa tafsir al-Quran ditulis dengan metode dan pendekatan yang bervariasi. Ini suatu bukti dari kesungguhan para ulama untuk terus berusaha memahami al-Quran dari berbagai aspek dan kemampuan yang dimiliki. Dan ini belum final, karena usaha untuk lebih menyempurnakan metode dan pendekatan tafsir terus dilakukan hingga sekarang, sehingga perlu disambut dengan cukup setiap upaya untuk terus meningkatkan pemahaman terhadap al-Quran
        Tidak bisa dipungkiri bahwa tiap-tiap metode yang digunakan mufassir masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu upaya untuk terus mencari alternatif metode tafsir dengan banyak belajar dari metode-metode dan pendekatan-pendekatan tafsir yang sudah ada dan merupakan warisan yang tak ternilai.
         Untuk itu perlu dicari metode alternatif yang kiranya memiliki relevansi dengan zaman sekarang, dan menjadikannya menyentuh pada realitas kehidupan. Kita semua berkewajiban melihat al-Quran dan salah satu bentuk pemeliharaannya adalah memfungsikan dalam kehidupan kontemporer, yakni dengan memberinya interpretasi yang sesuai tanpa mengurbankan teks sekaligus tanpa mengorbankan kepribadian, budaya bangsa dengan perkembangan positifnya.


DAFTAR  PUSTAKA
Baidan, prof,Dr. Nasruddin.Metodologi Penafsiran Al-Qur’an.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.2005


[1] Prof.Dr.Nasruddin Baidan,Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2005),hlm.1
[2] Ibid.hlm 31
[3] Ibid.hlm 65
[4] Ibid.hlm 143
[5] Ibid. hlm 153
[6] Ibid.hlm 167

0 comments:

Post a Comment