MAKALAH HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN
BEDA AGAMA DALAM FIQIH
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pernikahan merupakan peristiwa yang sangat
penting dalam masyarakat. Dengan hidup
bersama, kemudian melahirkan keturunan yang merupakan sendi utama bagi
pembentukan negara dan bangsa.
Mengingat pentingnya peranan hidup bersama, pengaturan mengenai pernikahan
memang harus dilakukan oleh negara. Di sini, negara berperan untuk melegalkan
hubungan hukum antara seorang pria dan wanita.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang
majemuk, khususnya bila dilihat dari segi etnis atau suku bangsa dan agama.
Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat Indonesia dihadapkan
kepada perbedaan – perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara
pandang hidup dan interaksi antar individunya. Yang menjadi perhatian dari
pemerintah dan komponen bangsa lainnya adalah masalah hubungan antar umat
beragama. Salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama ini adalah
masalah Pernikahan Muslim dengan non-Muslim yang selanjutnya kita sebut sebagai
“pernikahan beda agama” Masalah ini menimbulkan perbedaan pendapat dari dua
pihak pro dan kontra, masing-masing pihak memiliki argumen rasional maupun
argumen logikal yang berasal dari penafsiran mereka masing-masing terhadap
dalil-dalil tentang pernikahan beda agama, karena masalah pernikahan adalah
masalah yang sangat rumit dan sangat fatal khususnya bagi masyarakat muslim.
1.2
Rumusan Masalah
1) Apa pengertian pernikahan
dan tujuan pernikahan ?
2) Tinjauan
hukum islam tentang pernikahan beda agama?
3) Tinjauan hukum negara
tentang pernikahan beda agama?
4) Pendapat pernikahan beda
agama?
5) Mengapa pernikahan beda
agama itu dilarang di Indonesia?
6) Contoh kasus pernikahan beda
agama di Indonesia?
7) Bagaimana cara menyikapi
pernikahan beda agama ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.I Pengertian Pernikahan
Pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar
nikah.Kata iti berasal dari Bahasa Arab yaitu kata nikkah yang berarti
perjanjian perkawinan.Berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam Bahasa
Arab yaitu kata nikah yang berarti persetubuhan.Pernikahan merupakan ikatan di
antara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan,baik dari segi fisik,asuhan
keluarga,pergaulan, cara berfikir (mental),pendidikan dan lain hal.Dalam
pandangan islam,pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan
yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama,kerabat dan
masyarakat.
Aqad
nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat
"ijab dan qabul". Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan
hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan
dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah,
maupun dosa menjadi amal sholeh. Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua
insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan
Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai
pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT,
"Yadullahi fawqa aydihim".
2.2 Tujuan
Pernikahan
a. untuk
memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi.Pernikahan adalah fitrah manusia,maka jalan yang sah untuk memenuhi
kebutuhan ini adalah dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan
dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan seperti cara-cara orang sekarang
ini,dengan berpacaran,kumpul kebo,berzina,lesbi,homo,dan lain sebagainya yang
telah menyimpang dan diharamkan oleh agama.
b. untuk
membentengi akhlak yang luhur dan untuk menundukkan pandangan sasaran utama
dari di syari’atkannya pernikahan dalam islam di antaranya adalah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji yang dapat
merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur.Islam memandang pernikahan
dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan
pemudi dari kerusakan dan melindungi masyarakat.
Barang siapa diantara kalian
berkemampuan untuk menikah,maka menikahlah,karena nikah itu lebih menundukkan
pandangan,dan lebih membentengi farji (kemaluan).Dan barang siapa yang tidak
mampu,maka hendaklah ia puasa,karena puasa itu dapat membentengi dirinya
c.untuk
menegakkan rumah tangga yang islami.Dalam Al-Qur’an di sebutkan bahwa islam
membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika uami istri sudah tidak sanggup
lagi menegakkan batas-batas Allah.
2.3 Tinjauan
Hukum Islam tentang Pernikahan Beda Agama
Dalam
pandangan islam, penikahan yang baik adalah pernikahan yang dilakukan laki-laki
dan perempuan yang sama akidahnya,akhlak dan tujuannya,disamping cinta dan
ketulusan.Pernikahan beda agama akan menimbulkan berbagai konflik dalam
pelaksanaan ibadah,pendidikan anak,pengaturan makanan,pembinaan tradisi
keagamaan, muamalah dengan keluarga kedua belah pihak, dan sebagainya.
Islam dengan tegas melarang wanita islam
nikah dengan pria non- muslim,baik musyrik maupun ahlul kitab.Imam Syafi’i
dalam Al-Umm,mendefinisikan, “yang dimaksud dengan ahli kitab adalah orang
–orang Yahudi dan Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli.Adapun
umat-umat lain yang menganut agama
Yahudi dan Nasrani,maka mereka tidak termasuk dalam kata ahlul kitab.Sebab
Nabi Musa a.s dan Nabi Isa a.s tidak di utus kecuali untuk Israil dan dakwah
mereka juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani Israil”.Dan pria muslim
secara pasti dilarang nikah dengan wanita musyrik.Kedua bentuk pernikahan
tersebut mutlak di haramkan.
Yang menjadi persoalan dari zaman sahabat sampai abad modern ini adalah pernikahan antara pria muslim dengan wanita kitabiyah.Menurut pandangan ulama pada umumnya,pernikahan pria muslim dengan kitabiyah di bolehkan.Sebagian ulama mengharamkan atas dasar sikap musyrik kitabiyah.Dan banyak sekali ulama yang melarangnya karena fitnah atau mafsadah.Makin besar kemungkinan terjadinya kemadharatan,makin besar tingkat larangan.
Yang menjadi persoalan dari zaman sahabat sampai abad modern ini adalah pernikahan antara pria muslim dengan wanita kitabiyah.Menurut pandangan ulama pada umumnya,pernikahan pria muslim dengan kitabiyah di bolehkan.Sebagian ulama mengharamkan atas dasar sikap musyrik kitabiyah.Dan banyak sekali ulama yang melarangnya karena fitnah atau mafsadah.Makin besar kemungkinan terjadinya kemadharatan,makin besar tingkat larangan.
Mengenai
masalah ini,islam membedakan hukumnya sebagia berikut:
1. Pernikahan
antara seorang pria muslim dengan wanita musyrik
2. Penikahan
antara seorang pria muslim dengan wanita ahlul kitab
3. Pernikahan
antara seorang wanita muslimah dengan pria non-muslim
Islam
melarang pernikahan antara seorang pria muslim dengan wanita musyrik.Berdasarkan
firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 221 yang artinya “Janganlah kamu
menikahi wanita-wanita musyrik,sebelum mereka beriman,sesungguhnya wanita budak
yang beriman lebih baik dari pada wanita musyrik,walaupun dia menarik hatimu”,
Namun
dikalangan ulama timbul beberapa pendapat tentang siapa wanita musyrik yang
haram dinikahi itu? Menurut Ibnu Jarir Al-Thabari (seorang ahli tafsir) bahwa
wanita musyrik yang dilarang untuk dinikahi itu adalah wanita musyrik dari
bangsa Arab saja,karena bangsa Arab pada waktu turunnya Al-Qur’an memang tidak
mengenal katab suci dan menyembah berhala.Maka menurut pendapat ini seorang
muslim boleh nikah dengan wanita musyrik dari bangsa non-Arab, seperti
Cina,India,dan Jepang yang di duga dahulu mempunyai kitab suci atau serupa
kitab suci.Muhammad Abduh juga sependapat dengan ini.
Tetapi
kabanyakan ulama bependapat,bahwa semua musyrikkah,baik itu dari bangsa Arab
atau bangsa non-Arab selain ahli kitab tidak boleh dinikahi.Menurut pendapat
ini bahwa wanita yang bukan islam dan bukan pula Yahudi tidak boleh dinikahi
oleh pria muslim apapun agama ataupun kepercayaannya.
Berdasarkan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 40 ayat c di sebutkan:Dilarang melangsungkan
pernikahan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu:
a.Karena
wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan wanita lain.
b.Seorang
wanita yang masih berada dalam mada iddah dengan pria lain.
c.seorang
wanita yang tidak beragama islam.
Dengan
adanya ketentuan dalam KHI ini,nikah antara umat islam dengan non-islam tidak
diperbolehkan.
Majelis
Ulama Indinesia (MUI) dalam fatwanya juga mengharamkan pernikahan beda agama
bahkan dengan ahlul kitab sekalipun.Dalil-dalil yang dijadikan argumentasinya
adalah surat Al-Baqarah:221 dan sirat Al-Maidah:5.Di samping itu,MUI menilai
bahwa nikah beda agama dapat mendatangkan kemafsadatan,yaitu berpotensi menjadi
keluarga tidak bahagia dan seorang mukmin dapat terancam menjadi kafir.Karena
itu MUI secara tegas menfatwakan nikah beda agama hukumnya haram,baik bagi kaum
laki-laki maupun perempuan.
Selanjutnya
DR.Yusuf Qardhawi mengingatkan banyaknya madharat yang mungkin terjadi karena
perkawinan dengan wanita non-muslim:
1.Akan
banyak terjadi pernikahan dengan wanita-wanita non-muslim.Hal ini akan
berpengaruh pada perimbangan antara wanita islam dengan laki-laki muslim.Akan
lebih banyak wanita islam yang tidak nikah dengan pria muslim yang belum nikah.
2.Suami
mungkin terpengaruh oleh agama istrinya,demikian pula anak-anaknya.
3.Pernikahan
dengan non muslimah akan menimbulkan kesulitan hubungan suami istri dan
pendidikan anak-anak
2.4 Tijauan
Hukum Negara tentang Pernikahan Beda Agama.
Pernikahan
di Indinesia di atur oleh UU No.1 Tahun 1974 tentang pernikahan.Berdasarkan UU
tersebut pernikahan di definisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang
pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
atau rumah tangga yang bahagia dan kekl berdasarkan Ketuhanan yang Maha
Esa.Oleh karenanya dalam UU yang sama diatur bahwa pernikahan adalah sah
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu
serta telah dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.5 Pendapat
tentang Pernikahan Beda Agama
Seorang
guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Dr. Muhammad Daud Ali
(alm.) menjelaskan dalam bukunya yang bejudul “Perkawinan Antar Pemeluk
Agama Yang Berbeda“.Perkawinan antara orang-orang yang berbeda agama adalah
penyimpangan dari pola umum perkawinan yang benar menurut hukum agama dan
Undang-undang Perkawinan yang berlaku di tanah air kita. Untuk penyimpangan
ini, kendatipun merupakan kenyataan dalam masyarakat, tidak perlu dibuat
peraturan tersendiri, tidak perlu dilindungi oleh negara. Memberi perlindungan
hukum pada warga negara yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
Pancasila sebagai cita hukum bangsa dan kaidah fundamental negara serta hukum
agama yang berlaku di Indonesia, pada pendapat saya selain tidak
konstitusional, juga tidak legal.
· Prof. HM Rasjidi, menteri agama pertama RI, dalam
artikelnya di Harian Abadi edisi 20 Agustus 1973, menyorot secara tajam Perkawinan yang dalam pasal 10 ayat (2)
disebutkan: “Perbedaan karena kebangsaan, suku, bangsa, negara asal, tempat
asal, agama kepercayaan dan keturunan, tidak merupakan penghalang
perkawinan.
khusus tentang pasal 16 tersebut, Hamka menulis
kesimpulan yang sangat tajam: “Oleh sebab itu dianggap kafir, fasiq, dan zalim,
orang-orang Islam yang meninggalkan hukum syariat Islam yang jelas nyata itu.
lalu pindah bergantung kepada “Hak-hak Asasi Manusia” yang disahkan di Muktamar
San Francisco, oleh sebagian anggota yang membuat “Hak-hak Asasi” sendiri
karena jaminan itu tidak ada dalam agama yang mereka peluk.
2.6 Pernikahan Beda Agama yang ada pada saat ini:
Meskipun sudah dilarang, perkawinan beda agama masih
terus dilakukan. Berbagai cara ditempuh, demi mendapatkan pengakuan dari
Negara. ada beberapa cara yang populer ditempuh pasangan beda agama agar
pernikahannya dapat dilangsungkan.
- Pagi menikah sesuai agama
laki-laki, siangnya menikah sesuai dengan agama perempuan.
- Salah satu dari calon
pengantin baik laki-laki ataupun perempuannya mengalah mengikuti agama pasangannya lalu setelah menikah dia kembali
kepada agamanya.
- Menikah diluar Negeri
Untuk perkawinan beda agama yang ada pada saat ini, mantan Menteri Agama
Quraish Shihab berpendapat agar dikembalikan kepada agama masing-masing. Yang
jelas dalam jalinan pernikahan antara suami dan istri, pertama harus didasari
atas persamaan agama dan keyakinan hidup. Namun pada kasus pernikahan beda
agama, harus ada jaminan dari agama yang dipeluk masing-masing suami dan istri
agar tetap menghormati agama pasangannya.
2.7 Pelarangan Pernikahan Beda Agama di Indonesia
Pernikahan berbeda agama dilarang di Indonesia karena
Pemerintah RI menginjak-injak HAM (Hak Asasi Manusia).
Kita semua tahu bahwa RI telah meratifikasi Deklarasi
HAM Universal. Dan isi dari pasal 16, ayat 1, Deklarasi HAM Universal adalah
sbb:
“Laki-laki dan Perempuan yang sudah dewasa,
dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk
menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal
perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian.”
Karena pernikahan berbeda agama tidak mau dilakukan
oleh pencatatan sipil di Indonesia, maka artinya sudah jelas bahwa Pemerintah
RI melecehkan Hak Asasi Manusia. HAM dari mereka yg berbeda agama dan ingin
menikah telah diinjak-injak oleh negara, dan situasi seperti itu masih
berlangsung sampai sekarang.
2.8 Contoh Kasus Pernikahan Beda Agama di Indonesia
Perkawinan beda agama pun nyata –nyatanya
terjadi di Indonesia,lantas bagaimanapenyelesainya
hingga tidak ada upaya hukum para pencari keadilan itu tidak kandas ditengah
jalan.
Contoh kasus, perkawinan pesulap Dedy Curbozer
(Kristen) dan istrinya Calina (Islam). Dedy meminta penjelasan kepada
Universitas Paramadina tentang hukum pernikahan beda agama dalam agama Islam.
Universitas Paramadina memberikan penjelasan bahwa menurut hukum Islam
perkawinan beda agama boleh untuk dilakukan. Berdasarkan penjelasan tersebut
maka keduanya melangsungkan perkawinan dan menganggap perkawinannya sah karena
telah dilakukan menurut ketentuan masing-masing agamannya.
Saat ini banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat
Indonesia untuk melakukan perkawinan beda agama terutama di kalangan selebritis
Indonesia misalnya
- Dilakukan di luar negeri yang hukumnya membolehkan perkwaninan agama
sehingga hukum perkawinannya tunduk pada hukum asing bukan hukum Indonesia.
- Meminta penetapan kepada pengadilan untuk diizinkan melangsungkan
perkawinan.
Bagaimana perkawinan beda agama ditinjau dari Hak
Asasi Manusia ? Dalam Konstitusi Negara kita disinggung masalah perkawinan
dalam Pasal 28 B yang menegaskan Setiap orang berhak membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
Ketentuan
ini juga dapat ditemukan dalam UU 39 Tahun 1999 tentang HAM dalam Pasal
10, “setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah.”
Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas
kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Yang paling penting inti dari
konstitusi dan undang-undang diatas adalah bahwa perkawinan merupakan hak asasi
manusia yang diakui dan harus dihormati oleh Negara Indonesia juga telah
meratifikasi ICCPR ( Kovenan Hak Sipil dan Politik ) Melalui UU No 12 Tahun
2005. Sehingga ketentuan tersebut juga menjadi sumber hukum di Indonesia.
Masalah perkawinan juga diatur dalam Kovenan tersebut diantara Pasalnya (Pasal
23) mengenai perkawinan adalah :
- Keluarga adalah kesatuan kelompok masyarakat yang alamiah serta
mendasar dan berhak dilindungi oleh masyarakat dan Negara.
- Hak laki-laki dan perempuan dalam usia perkawinan untuk menikah dan
membentuk keluarga harus diakui.
- Tidak ada satu pun perkawinan yang dapat dilakukan tanpa persetujuan
yang bebas dan penuh dari para pihak yang hendak menikah.
2.9 Cara
dalam Menyikapi Pernikahan Beda Agama
Pertama: Salah satu pihak dapat
melakukan perpindahan agama, namun ini dapat berarti penyelundupan hukum,
karena sesungguhnya yang terjadi adalah hanya menyiasati secara hukum ketentuan
dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun setelah perkawinan berlangsung
masing-masing pihak kembali memeluk agamanya masing-masing. Cara ini sangat
tidak disarankan.
Kedua:
Berdasarkan Putusan MA No 1400 K/Pdt/1986 Kantor Catatan Sipil diperkenankan
untuk melangsungkan perkawinan beda agama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam
kaitan hukum pernikahan antara kaum muslimin dan muslimat dengan orang yang
bukan islam, orang-orang bukan islam dapat dibedakan atas dua golongan yaitu
golongan kaum musyrikin dan golongan ahlul kitab.Kaum muslimat diharamkan
secara mutlak nikah dengan pria non-muslim baik dari gilingan musyrikin maupun
golongan ahlul kitab.Demikian kaum muslimin haram secara mutlak nikah dengan
wanita musyrik.Karena pada dasarnya seorang anak akan kebingungan untuk
mengikuti ayahnya atau ibinya.Pernikahan baru akan langgeng dan tentram jika
terdapat kesesuaian pandangan hidupantara suami dan istri.Dan jadi pada
dasarnya agama islam melarang secara tegas terjadinya pernikahan berbeda agama.
DAFTAR PUSTAKA
Nafis,Cholil.Menuju
Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah,Mitra Abadi Press,Jakarta Selatan,2009.
Ridha,Rasyid.Tafsir
Al Manar,vol.IV,Cairo,Darul Manar,1367 H.
Http://al
manhaj.or.id/content/3232/slash/0/tujuan-pernikahan-dalam-islam
Http://www.suara media.com/artikel/14-kumpulan-artikel/850-pengertian-pernikahan-dalam-islam.html
Pernikahan
Beda Agama;Tinjauan Hukum Islam & Hukum Negara<<be your self!
.
0 comments:
Post a Comment