Sunday, January 20, 2019

MAKALAH HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM FIQIH


MAKALAH HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM FIQIH
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1            Latar Belakang
     Pernikahan merupakan peristiwa yang sangat penting dalam masyarakat.   Dengan hidup bersama, kemudian melahirkan keturunan yang merupakan sendi utama bagi pembentukan     negara dan bangsa. Mengingat pentingnya peranan hidup bersama, pengaturan mengenai pernikahan memang harus dilakukan oleh negara. Di sini, negara berperan untuk melegalkan hubungan hukum antara seorang pria dan wanita.

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, khususnya bila dilihat dari segi etnis atau suku bangsa dan agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat Indonesia dihadapkan kepada perbedaan – perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar individunya. Yang menjadi perhatian dari pemerintah dan komponen bangsa lainnya adalah masalah hubungan antar umat beragama. Salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama ini adalah masalah Pernikahan Muslim dengan non-Muslim yang selanjutnya kita sebut sebagai “pernikahan beda agama” Masalah ini menimbulkan perbedaan pendapat dari dua pihak pro dan kontra, masing-masing pihak memiliki argumen rasional maupun argumen logikal yang berasal dari penafsiran mereka masing-masing terhadap dalil-dalil tentang pernikahan beda agama, karena masalah pernikahan adalah masalah yang sangat rumit dan sangat fatal khususnya bagi masyarakat muslim.
1.2  Rumusan Masalah
1)      Apa pengertian pernikahan dan tujuan pernikahan ?
            2)  Tinjauan hukum islam tentang pernikahan beda agama?
            3)    Tinjauan hukum negara tentang pernikahan beda agama?
            4)    Pendapat pernikahan beda agama?
            5)    Mengapa pernikahan beda agama itu dilarang di Indonesia?
            6)    Contoh kasus pernikahan beda agama di Indonesia?
            7)    Bagaimana cara menyikapi pernikahan beda agama ?


BAB II
PEMBAHASAN
      2.I  Pengertian Pernikahan
             Pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah.Kata iti berasal dari Bahasa Arab yaitu kata nikkah yang berarti perjanjian perkawinan.Berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam Bahasa Arab yaitu kata nikah yang berarti persetubuhan.Pernikahan merupakan ikatan di antara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan,baik dari segi fisik,asuhan keluarga,pergaulan, cara berfikir (mental),pendidikan dan lain hal.Dalam pandangan islam,pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama,kerabat dan masyarakat.
        Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat "ijab dan qabul". Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh. Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, "Yadullahi fawqa aydihim".
2.2 Tujuan Pernikahan
a. untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi.Pernikahan adalah fitrah  manusia,maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan seperti cara-cara orang sekarang ini,dengan berpacaran,kumpul kebo,berzina,lesbi,homo,dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh agama.
b. untuk membentengi akhlak yang luhur dan untuk menundukkan pandangan sasaran utama dari di syari’atkannya pernikahan dalam islam di antaranya adalah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur.Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan dan melindungi masyarakat.
       Barang siapa diantara kalian berkemampuan untuk menikah,maka menikahlah,karena nikah itu lebih menundukkan pandangan,dan lebih membentengi farji (kemaluan).Dan barang siapa yang tidak mampu,maka hendaklah ia puasa,karena puasa itu dapat membentengi dirinya
c.untuk menegakkan rumah tangga yang islami.Dalam Al-Qur’an di sebutkan bahwa islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika uami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah.
2.3 Tinjauan Hukum Islam tentang Pernikahan Beda Agama
      Dalam pandangan islam, penikahan yang baik adalah pernikahan yang dilakukan laki-laki dan perempuan yang sama akidahnya,akhlak dan tujuannya,disamping cinta dan ketulusan.Pernikahan beda agama akan menimbulkan berbagai konflik dalam pelaksanaan ibadah,pendidikan anak,pengaturan makanan,pembinaan tradisi keagamaan, muamalah dengan keluarga kedua belah pihak, dan sebagainya.
       Islam dengan tegas melarang wanita islam nikah dengan pria non- muslim,baik musyrik maupun ahlul kitab.Imam Syafi’i dalam Al-Umm,mendefinisikan, “yang dimaksud dengan ahli kitab adalah orang –orang Yahudi dan Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli.Adapun umat-umat lain yang menganut agama  Yahudi dan Nasrani,maka mereka tidak termasuk dalam kata ahlul kitab.Sebab Nabi Musa a.s dan Nabi Isa a.s tidak di utus kecuali untuk Israil dan dakwah mereka juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani Israil”.Dan pria muslim secara pasti dilarang nikah dengan wanita musyrik.Kedua bentuk pernikahan tersebut mutlak di haramkan.
      Yang menjadi persoalan dari zaman sahabat sampai abad modern ini adalah pernikahan antara pria muslim dengan wanita kitabiyah.Menurut pandangan ulama pada umumnya,pernikahan pria muslim dengan kitabiyah di bolehkan.Sebagian ulama mengharamkan atas dasar sikap musyrik kitabiyah.Dan banyak sekali ulama yang melarangnya karena fitnah atau mafsadah.Makin besar kemungkinan terjadinya kemadharatan,makin besar tingkat larangan. 
Mengenai masalah ini,islam membedakan hukumnya sebagia berikut:
1.    Pernikahan antara seorang pria muslim dengan wanita musyrik
2.    Penikahan antara seorang pria muslim dengan wanita ahlul kitab
3.    Pernikahan antara seorang wanita muslimah dengan pria non-muslim
Islam melarang pernikahan antara seorang pria muslim dengan wanita musyrik.Berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 221 yang artinya “Janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik,sebelum mereka beriman,sesungguhnya wanita budak yang beriman lebih baik dari pada wanita musyrik,walaupun dia menarik hatimu”,
Namun dikalangan ulama timbul beberapa pendapat tentang siapa wanita musyrik yang haram dinikahi itu? Menurut Ibnu Jarir Al-Thabari (seorang ahli tafsir) bahwa wanita musyrik yang dilarang untuk dinikahi itu adalah wanita musyrik dari bangsa Arab saja,karena bangsa Arab pada waktu turunnya Al-Qur’an memang tidak mengenal katab suci dan menyembah berhala.Maka menurut pendapat ini seorang muslim boleh nikah dengan wanita musyrik dari bangsa non-Arab, seperti Cina,India,dan Jepang yang di duga dahulu mempunyai kitab suci atau serupa kitab suci.Muhammad Abduh juga sependapat dengan ini.
Tetapi kabanyakan ulama bependapat,bahwa semua musyrikkah,baik itu dari bangsa Arab atau bangsa non-Arab selain ahli kitab tidak boleh dinikahi.Menurut pendapat ini bahwa wanita yang bukan islam dan bukan pula Yahudi tidak boleh dinikahi oleh pria muslim apapun agama ataupun kepercayaannya.
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 40 ayat c di sebutkan:Dilarang melangsungkan pernikahan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu:
a.Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan wanita lain.
b.Seorang wanita yang masih berada dalam mada iddah dengan pria lain.
c.seorang wanita yang tidak beragama islam.
Dengan adanya ketentuan dalam KHI ini,nikah antara umat islam dengan non-islam tidak diperbolehkan.
Majelis Ulama Indinesia (MUI) dalam fatwanya juga mengharamkan pernikahan beda agama bahkan dengan ahlul kitab sekalipun.Dalil-dalil yang dijadikan argumentasinya adalah surat Al-Baqarah:221 dan sirat Al-Maidah:5.Di samping itu,MUI menilai bahwa nikah beda agama dapat mendatangkan kemafsadatan,yaitu berpotensi menjadi keluarga tidak bahagia dan seorang mukmin dapat terancam menjadi kafir.Karena itu MUI secara tegas menfatwakan nikah beda agama hukumnya haram,baik bagi kaum laki-laki maupun perempuan.
Selanjutnya DR.Yusuf Qardhawi mengingatkan banyaknya madharat yang mungkin terjadi karena perkawinan dengan wanita non-muslim:
1.Akan banyak terjadi pernikahan dengan wanita-wanita non-muslim.Hal ini akan berpengaruh pada perimbangan antara wanita islam dengan laki-laki muslim.Akan lebih banyak wanita islam yang tidak nikah dengan pria muslim yang belum nikah.
2.Suami mungkin terpengaruh oleh agama istrinya,demikian pula anak-anaknya.
3.Pernikahan dengan non muslimah akan menimbulkan kesulitan hubungan suami istri dan pendidikan anak-anak
2.4 Tijauan Hukum Negara tentang Pernikahan Beda Agama.
Pernikahan di Indinesia di atur oleh UU No.1 Tahun 1974 tentang pernikahan.Berdasarkan UU tersebut pernikahan di definisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekl berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.Oleh karenanya dalam UU yang sama diatur bahwa pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu serta telah dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 2.5 Pendapat tentang Pernikahan Beda Agama
     Seorang guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Dr. Muhammad Daud Ali (alm.) menjelaskan dalam bukunya yang bejudul “Perkawinan Antar Pemeluk Agama Yang Berbeda“.Perkawinan antara orang-orang yang berbeda agama adalah penyimpangan dari pola umum perkawinan yang benar menurut hukum agama dan Undang-undang Perkawinan yang berlaku di tanah air kita. Untuk penyimpangan ini, kendatipun merupakan kenyataan dalam masyarakat, tidak perlu dibuat peraturan tersendiri, tidak perlu dilindungi oleh negara. Memberi perlindungan hukum pada warga negara yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Pancasila sebagai cita hukum bangsa dan kaidah fundamental negara serta hukum agama yang berlaku di Indonesia, pada pendapat saya selain tidak konstitusional, juga tidak legal.
· Prof. HM Rasjidi, menteri agama pertama RI, dalam artikelnya di Harian Abadi edisi 20 Agustus 1973, menyorot secara tajam  Perkawinan yang dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan: “Perbedaan karena kebangsaan, suku, bangsa, negara asal, tempat asal, agama  kepercayaan dan keturunan, tidak merupakan penghalang perkawinan.
khusus tentang pasal 16 tersebut, Hamka menulis kesimpulan yang sangat tajam: “Oleh sebab itu dianggap kafir, fasiq, dan zalim, orang-orang Islam yang meninggalkan hukum syariat Islam yang jelas nyata itu. lalu pindah bergantung kepada “Hak-hak Asasi Manusia” yang disahkan di Muktamar San Francisco, oleh sebagian anggota yang membuat “Hak-hak Asasi” sendiri karena jaminan itu tidak ada dalam agama yang mereka peluk.
2.6 Pernikahan Beda Agama yang ada pada saat ini:
Meskipun sudah dilarang, perkawinan beda agama masih terus dilakukan. Berbagai cara ditempuh, demi mendapatkan pengakuan dari Negara. ada beberapa cara yang populer ditempuh pasangan beda agama agar pernikahannya dapat dilangsungkan.
  1. Pagi menikah sesuai agama laki-laki, siangnya menikah sesuai dengan agama perempuan.
  2. Salah satu dari calon pengantin baik laki-laki ataupun perempuannya mengalah mengikuti agama pasangannya lalu setelah menikah dia kembali kepada agamanya.
  3. Menikah diluar Negeri
         Untuk perkawinan beda agama yang ada pada saat ini, mantan Menteri Agama Quraish Shihab berpendapat agar dikembalikan kepada agama masing-masing. Yang jelas dalam jalinan pernikahan antara suami dan istri, pertama harus didasari atas persamaan agama dan keyakinan hidup. Namun pada kasus pernikahan beda agama, harus ada jaminan dari agama yang dipeluk masing-masing suami dan istri agar tetap menghormati agama pasangannya.
2.7 Pelarangan Pernikahan Beda Agama di Indonesia
Pernikahan berbeda agama dilarang di Indonesia karena Pemerintah RI menginjak-injak HAM (Hak Asasi Manusia).
Kita semua tahu bahwa RI telah meratifikasi Deklarasi HAM Universal. Dan isi dari pasal 16, ayat 1, Deklarasi HAM Universal adalah sbb:
Laki-laki dan Perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian.
Karena pernikahan berbeda agama tidak mau dilakukan oleh pencatatan sipil di Indonesia, maka artinya sudah jelas bahwa Pemerintah RI melecehkan Hak Asasi Manusia. HAM dari mereka yg berbeda agama dan ingin menikah telah diinjak-injak oleh negara, dan situasi seperti itu masih berlangsung sampai sekarang.
2.8 Contoh Kasus Pernikahan Beda Agama di Indonesia
       Perkawinan beda agama pun nyata –nyatanya terjadi di Indonesia,lantas bagaimanapenyelesainya hingga tidak ada upaya hukum para pencari keadilan itu tidak kandas ditengah jalan.
Contoh kasus, perkawinan pesulap Dedy Curbozer (Kristen) dan istrinya Calina (Islam). Dedy meminta penjelasan kepada Universitas Paramadina tentang hukum pernikahan beda agama dalam agama Islam. Universitas Paramadina memberikan penjelasan bahwa menurut hukum Islam perkawinan beda agama boleh untuk dilakukan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka keduanya melangsungkan perkawinan dan menganggap perkawinannya sah karena telah dilakukan menurut ketentuan masing-masing agamannya.
Saat ini banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk melakukan perkawinan beda agama terutama di kalangan selebritis Indonesia misalnya
  1. Dilakukan di luar negeri yang hukumnya membolehkan perkwaninan agama sehingga hukum perkawinannya tunduk pada hukum asing bukan hukum Indonesia.
  2. Meminta penetapan kepada pengadilan untuk diizinkan melangsungkan perkawinan.
Bagaimana perkawinan beda agama ditinjau dari Hak Asasi Manusia ? Dalam Konstitusi Negara kita disinggung masalah perkawinan dalam Pasal 28 B yang menegaskan Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
Ketentuan ini juga dapat ditemukan dalam UU 39 Tahun 1999 tentang HAM dalam Pasal 10,  “setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”
Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Yang paling penting inti dari konstitusi dan undang-undang diatas adalah bahwa perkawinan merupakan hak asasi manusia yang diakui dan harus dihormati oleh Negara Indonesia juga telah meratifikasi ICCPR ( Kovenan Hak Sipil dan Politik ) Melalui UU No 12 Tahun 2005. Sehingga ketentuan tersebut juga menjadi sumber hukum di Indonesia. Masalah perkawinan juga diatur dalam Kovenan tersebut diantara Pasalnya (Pasal 23) mengenai perkawinan adalah :
  1. Keluarga adalah kesatuan kelompok masyarakat yang alamiah serta mendasar dan berhak dilindungi oleh masyarakat dan Negara.
  2. Hak laki-laki dan perempuan dalam usia perkawinan untuk menikah dan membentuk keluarga harus diakui.
  3. Tidak ada satu pun perkawinan yang dapat dilakukan tanpa persetujuan yang bebas dan penuh dari para pihak yang hendak menikah.
2.9 Cara dalam Menyikapi Pernikahan Beda Agama
            Pertama: Salah satu pihak dapat melakukan perpindahan agama, namun ini dapat berarti penyelundupan hukum, karena sesungguhnya yang terjadi adalah hanya menyiasati secara hukum ketentuan dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun setelah perkawinan berlangsung masing-masing pihak kembali memeluk agamanya masing-masing. Cara ini sangat tidak disarankan.
Kedua: Berdasarkan Putusan MA No 1400 K/Pdt/1986 Kantor Catatan Sipil diperkenankan untuk melangsungkan perkawinan beda agama.
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dalam kaitan hukum pernikahan antara kaum muslimin dan muslimat dengan orang yang bukan islam, orang-orang bukan islam dapat dibedakan atas dua golongan yaitu golongan kaum musyrikin dan golongan ahlul kitab.Kaum muslimat diharamkan secara mutlak nikah dengan pria non-muslim baik dari gilingan musyrikin maupun golongan ahlul kitab.Demikian kaum muslimin haram secara mutlak nikah dengan wanita musyrik.Karena pada dasarnya seorang anak akan kebingungan untuk mengikuti ayahnya atau ibinya.Pernikahan baru akan langgeng dan tentram jika terdapat kesesuaian pandangan hidupantara suami dan istri.Dan jadi pada dasarnya agama islam melarang secara tegas terjadinya pernikahan berbeda agama.

DAFTAR PUSTAKA

Nafis,Cholil.Menuju Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah,Mitra Abadi Press,Jakarta Selatan,2009.
Ridha,Rasyid.Tafsir Al Manar,vol.IV,Cairo,Darul Manar,1367 H.
Http://al manhaj.or.id/content/3232/slash/0/tujuan-pernikahan-dalam-islam
Http://www.suara media.com/artikel/14-kumpulan-artikel/850-pengertian-pernikahan-dalam-islam.html
Pernikahan Beda Agama;Tinjauan Hukum Islam & Hukum Negara<<be your self!


 .






0 comments:

Post a Comment