This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Saturday, December 7, 2019

Maharoh Kalam (Keterampilan Bericara)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
            Pembelajaran bahasa Asing bertujuan utama untuk mengembangan kemampuan pelajar dalam menggunakan bahasa itu baik lisan maupun tulis. Dan pada setiap pembelajaran bahasa Arab tidaklah lepas dari 4 maharoh, salah satu dari 4 maharah tersebut adalah maharam kalam.
            Kalam adalah kemampuan dalam penguasaan kalimat secara terperinci dan jelas yang mempunyai pengaruh dalam kehidupan manusia, karena melalui kalam, seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain, menyampaikan apa yang diinginkannya, dan seseorang dapat menunjukkan eksistensunya di hadapan manusia.
            Kalam merupakan salah satu keterampilan bahasa dari keempat keterampilan berbahasa. Kalam menempati urutan kedua dalam pembelajaran bahasa. Karena idealnya seorang manusia belajar bahasa diawali dengan mendengar bahasa yang diungkapkan oleh orang-orang disekitarnya, kemudian ia mulai mengucapkan atau berbicara seperti apa yang telah didengarnya.
            Oleh karena itu, pembahasan tentang kalam disetiap bahasa sangatlah penting untuk diperhatikan. Karena dengan perantaraan kalam, memudahkan kita dalam bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang lain.
1.2       Rumusan Masalah
1.      Apa definisi  Maharoh Kalam?
2.      Apa saja Macam-Macam Maharoh Kalam?
3.      Apa saja Tingkat-Tingkat Maharoh Kalam?
4.      Apa Langkah-Langkah Dalam Pengbelajaran Maharoh Kalam?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Definisi Maharoh Kalam (Keterampilan Bericara)
            Maharoh kalam secara bahasa sepadan dengan istilah speaking skill dalam bahasa inggris yang bisa diartikan dengan keterampilan berbicara.[1] Menurut Asep Hermawan, keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyi atau kata-kata untuk mengekspresikan pikiran berupa ide, pendapat, keinginan atau perasaan kepada mitra bicara. Dalam makna yang lebih luas, berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar dan dilihat, yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia. Tujuannya adalah untuk menyampaikan pikiran dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
Secara umum, keterampilan berbicara bertujuan agar para pelajar mampu berkomunikasi secara lisan dengan baik dan wajar. Menurut Abu Bakar, tujuan dari keterampilan berbicara adalah sebagai berikut:
·         Membiasakan murid bercakap-cakap dengan bahasa yang fasih.
·         Membiasakan murid menyusun kalimat yang timbul dari dalam hati dan perasaannya dengan kalimat yang benar dan jelas.
·         Membiasakan murid memilih kata dan kalimat, lalu menyusunnya dalam bahasa yang indah, serta memperhatikan penggunaan kata pada tempatnya.[2]
Selain dari tujuan-tujuan di atas, perlu kita tahu bahwa zaman globalisasi menuntut kita untuk dapat berkomunikasi lisan (disamping tulisan) dalam berbagai sektor kehidupan. Maka demikian, keterampilan berbicara menjadi keterampilan khusus dan utama untuk berkomunikasi.[3]
2.2       Macam-Macam Maharoh Kalam
1.      Al- muhadatsah (Bercakap-cakap)
Pelajaran muhadatsah ini merupakan pelajaran bahasa arab yang pertama-tama diberikan. Tujuan utama pengajaran bahasa arab adalah agar siswa mampu bercakap-cakap (berbicara). Dalam pembicaraan sehari-hari dengan berbahasa arab dan membaca al-qur’an, dalam shalat dan doa-doa. Maksud dari berbahasa adalah berbicara lisan.
Metode muhadatsah yaitu cara menyajikan bahasa pelajaran bahasa arab melalui percakapan.
Pengajaran muhadatsah bertujuan untuk :
a.       Melatih lidah anak didik agar terbiasa dan fasih dalam bercakap-cakap;
b.      Terampil berbahasa arab mengenai kejadian apa saja di masyarakat;
c.       Mampu menerjemahkan percakapan orang lain lewat alat elektronik;
d.      Menumbuhkan rasa cinta dan menyenangi bahasa arab dan alquran;
2.      Al-Insya (mengarang)
Insya’ atau ta’bir mengarang dalam bahasa arab, untuk mengungkapkan isi hati dan pikiran dan pengamalan yang dimiliki awal didik.
Tujuan pengajaran insya adalah sebagai berikut :
a.       Siswa dapat mengarang kalimat-kalimat sederhana dalam bahasa arab.
b.      Siswa dalam terampil mengemukakan buah pikirannya baik lisan maupun tulisan.
c.       Siswa mampu berkomunikasi melalui korespondensi dalam bahasa arab.
d.      Siswa dapat menyajikan kejadian atau peristiwa dalam lingkungan masyarakat.
3.      Al-mahfudzat (hapalan kata-kata mutiara)[4]
Mahfudzat adalah hapalan-hapalan.  Penyajian materi pelajaran dengan jalan menyeluruh siswa untuk menghafal kalimat-kalimat berupa syair, cerita, kata-kata hikmah dan lain-lain yang menarik hati mereka.
Contoh materi mahfudzat yang menarik :
“yang dikatakan pemuda ialah yang berkata : inilah aku, bukanlah seorang pemuda yang mengatakan : inilah bapakku.”
            Tujuan mempelajari mahfudzat, antara lain :
ü  Mengembangkan daya fantasi anak didik, serta melatih daaya ingatan;
ü  Memperkaya pembendaharaan kosakata dan percakapan;
ü  Mempermudah siswa dalam mempelajari sastra arab, dan asal-usul gaya bahasa arab;
ü  Melatih anak didik agar baik ucapannya indah perkataannya;
ü  Melatih jiwa dan mental disiplin.
2.3       Tingkatan-Tingkatan Maharoh Kalam
            Berbicara menggunakan bahasa asing bukanlah hal yang mudah, sebagaimana jika kita berbicara menggunakan bahasa ibu. Oleh karena itu, hendaknya dalam mengajarkan keterampilan berbicara perlu memperhatikan  kemampuan anak didik atau tingkatan anak didik. Yaitu dengan mengspesifikkan tingkatan untuk pemula, menengah dan tingkat tinggi (ahli). Diantara tingkatan tersebut sebagai berikut:
Ø  Tingkat pemula[5]
Pada tingkat dasar ini, siswa hanya terbatas pada pola-pola menghafalkan percakapan arab saja. Topik percakapannya pun terbatas hanya seputar perkenalan, profesi dan sebagainnya. Teknik penyajiannya diawali dengan pengucapan materi percakapan oleh guru untuk ditirukan, diperagakan dan dihafalkan oleh siswa. Guru juga dapat memberikan alternatif bentuk bahasa sesuai kemampuan siswa.
Ø  Tingkat menengah
Setelah melewati tingkat dasar sebagai pemula, dilanjutkan naik pada tingkat yang lebih kompleks. Percakapan yang dilakukan ditingkat menengah topik yang diusung lebih luas dan lebih kompleks. Misalnya memperbincangkan pokok-pokok pikiran dari teks baik berupa lisan maupun tulisan. Guru hanya menuliskan dan mengingatkan hal-hal yang dianggap penting misalnya nama-nama orang yang terlibat di dalam percakapan dan dialog yang diperdengarkan dan kosakata serta bentuk bahasa yang diiduga sulit bagi siswa.
Ø  Tingkat lanjutan
Tahapan ini adalah tahapan paling atas dan wujud percakapan yang sebenarnya. Guru berfungsi sebagai pengarah daripada percakapan tersebut.[6]
2.4       Langkah-Langkah Dalam Pembelajaran Maharoh Kalam
v  Membuka pelajaran kalam.  Mula-mula diberikan pengantar atau ilustrasi singkat mengenai topik yang akan didialogkan dengan mengajukan beberapa pertanyaan relevan dengan topik.
v  Berdiskusi dengan siswa dalam bentuk percakapan dengan cara tanya-jawab untuk sampai ke judul materi.
v  Memberikan kosakata baru yang belum diketahui siswa dengan dituliskan dipapan tulis lalu mendiskusikan maknanya.[7]
v  siswa diminta mendengarkan materi hiwar melalui taape recorder dengan penuh perhatian; sementara itu buku mereka ditutup, agar perhatian mereka sepenuhnya terkonsentrasi pada bunyi dialog yang didengarkan.
v  Pengulangan istima’ (mendengarkan) sambil memahami isi hiwar dengan melihat gambar yang tertera dalam buku. Tulisan hiwar dalam hal ini masih belum boleh dilihat.
v  Pengulangan mendengar dengan dibarengi peniruan secara kolektif (bersama-sama).
v  Pengulangan mendengarkan sekali lagi dengan diikuti peniruan secara berkelompok tertentu lalu secara individual.
v  Pembacan teks hiwar (buku dibuka) oleh semua siswa, kelompok atau oleh individu-individu.
v  Sebagian siswa secara berpasang-pasangan diminta untuk melakukan dramatisasi dan bermain peranan sesuai dengan teks hiwar,
v  Setelah isi hiwar dipahami, barulah ditindaklanjuti dengan bahasan berikutnya; tadribat, qawaid, qira’ah, insya’, dan sebagainya.[8]



Bab III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
            Maharoh kalam merupkan maharoh kedua setelah maharoh istima’, yang mana maharoh inipun  sama pentingnya dengan maharoh istima’. Dengan maharoh kalam seseorang dapat menyampaikan pemikirannya untuk bisa difahami orang lain. Pada zaman globalisasi menuntut kita untuk dapat berkomunikasi lisan (disamping tulisan) dalam berbagai sektor kehidupan. Maka demikian, keterampilan berbicara menjadi keterampilan khusus dan utama untuk berkomunikasi.
            Adapun hal-hal yang berkaitan dengan penunjang maharoh kalam yaitu beberapa macam maharoh kalam seperti muhadtsah, insya’, dan muhafadhoh. Serta beberapa penjelasan tahapan-tahapan maharoh kalam berupa tahap pemula, tahap menengah, tahap tinggi. Dan ada lagi beberapa langkah-langkah yang dapat membantu seorang guru bahasa dengan menggunakan metode pembelajaran maharoh kalam.



DAFTAR PUSTAKA
Ulin Nuha, M.Pd.I., ragam, metodelogi dan media pembelajaran bahasa arab, Cet.I (Yogyakarta, Diva Press, 2016)
Sembodo ardi widodo dkk, Al-‘arabiyah jurnal pendidikan bahasa arab, Cet: II, (YOGYAKARTA: UIN SUNAN KALIJAGA, 2006)
Rahmini, Strategi pembelajaran maharoh kalam non arab.pdf



[1] Strategi pembelajaran maharoh kalam non arab.pdf, hal:228
[2] Ulin nuha, ragam, metodelogi dan media pembelajaran bahasa arab, yoogyakarta:diva oress,2016, hal:89-90
[3] Strategi pembelajaran maharoh kalam non arab.pdf, hal:229
[5] Strategi pembelajaran maharoh kalam non arab,pdf. hlm:232
[6] Strategi pembelajaran maharoh kalam non arab, hlm:232
[7] Sembodo ardi widodo dkk, Al-‘arabiyah jurnal pendidikan bahasa arab, Cet: II, YOGYAKARTA: UIN SUNAN KALIJAGA, 2006, Hlm: 9

MODEL PENELITIAN STUDI KASUS


BAB II
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Creswell dalam bukunya yang berjudul “Qualitative Inquiry And Research Design” mengungkapkan lima tradisi penelitian, yaitu: biografi, fenomenologi, grounded theory study, studi kasus dan etnografi. Salah satu tradisi yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah studi kasus yang telah lama dipandang sebagai metode penelitian yang “amat lemah”. Para peneliti yang menggunakan studi kasus dianggap melakukan “keanehan” dalam disiplin akademisnya karena tingkat ketepatannya (secara kuantitatif), objektivitas dan kekuatan penelitiannya dinilai tidak memadai.Walaupun demikian, studi kasus tetap dipergunakan secara luas dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, baik dalam bidang psikologi, sosiologi, ilmu politik, antropologi, sejarah dan ekonomi maupun dalam bidang ilmu-ilmu praktis seperti pendidikan, perencanaan wilayah perkotaan, administrasi umum, ilmu-ilmu manajemen dan lain sebagainya.Bahkan sering juga diaplikasikan untuk penelitian evaluasi yang menurut sebagian pihak merupakan bidang metode yang sarat dengan kuantitatifnya.Semuanya ini merupakan suatu fenomena yang menarik untuk dipertanyakan bahwa apabila studi kasus itu memiliki kelemahan, mengapa para peneliti menggunakannya?.Oleh karena itu makalah ini akan mengkaji tentang metode penelitian studi kasus.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi studi kasus ?
2.      Apa saja tipe-tipe studi kasus?
3.      Bagaimana langkah-langkah dalam metode penelitian  studi kasus?
4.      Apa saja kelebihan dan kelemahan studi kasus?


BAB II
MODEL PENELITIAN STUDI KASUS
A.  Definisi Studi Kasus
Bila kita melakukan penelitian yang terinci tentang seseorang (individu) atau sesuatu unit sosial dalam kurun waktu tertentu, kita melakukan apa yang disebut apa yang disebut studi kasus. Studi kasus dapat mengantarkan peneliti memasuki unit-unit sosial terkecil seperti perhimpunan, kelompok, keluarga dan berbagai bentuk unit sosial lainnya. Jadi, studi kasus dalam khazanah metodologi dikenal sebagai suatu studi yang bersifat kontemporer, intens, rinci dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer, kekinian.[1]
Studi kasus dilihat dari dimensi tertentu dapat pula disebut studi longitudinal yang dikontraskan dengaan studi cross sectional. Studi longitudinal berupaya mengobservasi obyeknya dalam jangka waktu lama dan terus-menerus. Sedangkan studi cross sectional berupaya mempersingkat waktu observasinya dengan cara mengobservasi pada beberapa tahap atau tingkat perkembangan tertentu dengan harapan dari sejumlah tahap atau tingkat tersebut akan dapat dibuat kesimpulan yang sama dengan longitudinal. [2]
Creswell mengungkapkan bahwa apabila kita akan memilih studi untuk suatu kasus, dapat dengan menggunakan berbagai sumber informasi yang meliputi: observasi, wawancara, materi audio-visual, dokumentasi dan laporan.Sedangkan fokus  di dalam suatu kasus dapat dilihat dari keunikannya, memerlukan suatu studi (studi kasus intrinsik) atau dapat pula menjadi suatu isu (isu-isu) dengan menggunakan kasus sebagai instrumen untuk menggambarkan isu tersebut (studi kasus instrumental). Ketika suatu kasus diteliti lebih dari satu kasus hendaknya mengacu pada studi kasus kolektif.[3]
Sementara itu, pakar metodologi penelitian Robert K. Yin (1996), mengintrodusir studi kasus itu lebih banyak berkutat pada atau berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan : “how” (bagaimana) dan “why” (mengapa), serta pada tingkat tertentu juga menjawab pertanyaan “what” (apa/apakah), dalam kegiatan penelitian. Menurut Yin, menentukan tipe pertanyaan penelitian merupakan tahap yang sangat penting dalam setiap penelitian, sehingga untuk tugas ini dituntut adanya kesabaran dan persediaan waktu yang cukup. Kuncinya adalah memahami bahwa pertanyaan-pertanyaan penelitian selalu memiliki substansi (misalnya, apakah sebenarnya penelitian saya ini?) dan bentuk (misalnya, apakah saya sedang mempertanyakannya siapakah, apakah, dimanakah, atau bagaimanakah).[4]
B.  Tipe-tipe Studi Kasus
Dalam khazanah metodologi, apa yang disebut studi kasus itu ternyata memiliki tipe-tipe tertentu yang spesifik. Berikut ini akan dikemukakan secara singkat tipe-tipe studi kasus pendekatan kualitatif. Bogdan dan Biklen (1982), mencoba mengklasifikasikan tipe-tipe studi kasus dalam enam tipologi. Keenam tipologi ini merupakan single case studies, studi kasus tunggal. Pertama, studi kasus kesejarahan sebuah organisasi. Yang dituntut dalam studi kasus disini adalah pemusatan perhatian mengenai perjalanan dan perkembangan sejarah organisasi sosial tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula. Kedua, studi kasus observasi. Yang lebih ditekankan disini adalah kemampuan seorang peneliti menggunakan teknik observasi dalam kegiatan penelitian. Ketiga, studi kasus life history. Studi ini mencoba menyingkap dengan lengkap dan runcing kisah perjalanan hidup seseorang sesuai dengan tahap-tahap, dinamika dan liku-liku yang mengharu-biru kehidupannya. Keempat, studi kasus komunitas sosial atau kemasyarakatan. Seorang peneliti yang berpengalaman serta memiliki kepekaan dan ketajaman naluriah sebagai peneliti seringkali mampu melihat sisi-sisi unik tapi bermakna dari lingkungan sosial sekitarnya dalam komunitas dimana dia hidup dan bergaul sehari-hari. Kenyataan tersebut dapat dijadikan pusat perhatian untuk melakukan studi kasus komunitas sosial atau kemasyarakatan. Kelima studi kasus analisa situasional. Kehidupan sosial yang dinamis dan selalu menggapai perubahan demi perubahan tentu saja mengisyaratkan adanya letusan-letusan situasi dalam bentuk peristiwa-peristiwa atau katakanlah fenomena sosial terntentu. Keenam, studi kasus mikroetnografi.Studi kasus tataran ini dilakukan terhadap sebuah unit sosial terkecil. Katakanlah sebuah sisi tertentu dalam kehidupan sebuah komunitas atau organisasi atau bahkan seorang individu.[5]
Sementara itu, Yin (1996), secara tegas mengkategorikan studi kasus kedalam tiga tipologi, yakni : studi kasus eksplanatoris, eksploratoris, dan deskriptif. Yin meletakkan ketiga tipologi ini berdasarkan jenis pertanyaan yang harus dijawab dalam studi kasus, yakni pertanyaan how (bagaimana), dan why (mengapa), serta pada tingkat tertentu juga menjawab pertanyaan what (apa/apakah).[6]
C.       Langkah-langkah studi Kasus
1.      Nyatakan tujuan-tujuannya.   Apa   yang   menjadi   unit-unit   studi dan karakteristik-karakteristiknya, hubungan-hubungannya, dan proses-proses yang akan mengarahkan penyelidikan.        
2.      Rancangkan cara pendekatannya. Bagaimana unit-unit tersebut akan dipilih? Apakah sumber data dapat digunakan? Metode apa yang akan digunakan untuk mengumpulkan data?            
3.      Kumpulkan data.  
4.      Organisasikan informasi untuk menyusun rekonstruksi unit studi yang koheren,dan terintergrasi dengan baik.         
5.       Laporkan hasilnya dan diskusikan signifikasinya.[7]
D.       Kelebihan dan kekurangan
Adapun kelebihan dari studi kasus adalah:
1.        Analisi instensif yang dilewatkan tidak dilakukan oleh metode lain.
2.      Dapat menghasilkan ilmu pengetahuan pada kasus khusus.
3.      Cara yang tepat untuk mengeksplorasi fenomena yang belum secara detail diteliti.
4.      Informasi yang dihasilkan dalam studi kasus sangat bermanfaat dalam menghasilkan hipotesis yang diuji lebih ketat,rinci,dan seteliti mungkin pada peneliti yang berikutnya.
5.      Studi kasus yang bagus merupakan sumber informasi diskriptif yang baik dan dapat digunakan sebagai bukti untuk suatu pengembangan teori atau menyanggah teori.
Adapun kelemahan dari studi kasus adalah:
1.      Studi kasus sering kali dipandang kurang ilmiah karena pengukurannya bersifat subjektif.
2.      Karena masalah interpretasi subjektif pada pengumpulan dan analisa dan data studi kasus, maka mengerjakan pekerjaan ini relatif lebih sulit dari penelitian kuantitatif.
3.      Masalah generalisasi.
4.      Karena lebih bersifat diskriptif.
5.      Biaya penyelenggaraan yang relatif mahal.
6.      Karena fleksibilitas disain studi kasus, memungkinkan peneliti untuk beralih fokus studi ke arah yang tidak seharusnya. [8]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Studi kasus dilihat dari dimensi tertentu dapat pula disebut studi longitudinal yang dikontraskan dengaan studi cross sectional. Studi longitudinal berupaya mengobservasi obyeknya dalam jangka waktu lama dan terus-menerus
Yin (1996), secara tegas mengkategorikan studi kasus kedalam tiga tipologi, yakni : studi kasus eksplanatoris, eksploratoris, dan deskriptif. Yin meletakkan ketiga tipologi ini berdasarkan jenis pertanyaan yang harus dijawab dalam studi kasus, yakni pertanyaan how (bagaimana), dan why (mengapa), serta pada tingkat tertentu juga menjawab pertanyaan what (apa/apakah).
Langkah-langkah studi Kasus :
·         Nyatakan tujuan
·         Rancangkan cara pendekatannya
·         Kumpulkan data
·         Organisasikan informasi
·         Laporkan hasil dan diskusikan signifikasi

Kelebihan dan kekurangan studi kasus diantaranya :
·      Dapat menghasilkan ilmu pengetahuan pada kasus kusus.
·      Cara yang tepat untuk mengeksplorasi fenomena yang belum secara detail diteliti
·      Karena lebih bersifat diskriptif.
·      Biaya penyelenggaraan yang relatif mahal.



                [1] Burhan Bungin,  Analisis Data Penelitian Kualitatif, Ed.1, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2007), Hlm.19-20
                [2] Burhan Bungin,  Analisis Data Penelitian..., Hlm.20
                [3] Yani Kusmarni, Studi Kasus (John. W. Creswell), pdf, Hlm.3
                [4] Robert K. Yin, Studi Kasus Desain & Metode, Ed.1, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), Hlm.11
                [5] Burhan Bungin,  Analisis Data Penelitian..., Hlm.26-27
                [6] Burhan Bungin,  Analisis Data Penelitian..., Hlm.27
                [7] Metode Penelitian Pendidikan, pdf, Hlm.14
                [8] http://multazam-einstein.blogspot.co.id/2013/06/studi-kasus-dalam-metodologi-penelitian.html?m=1 yang diunduh pada tanggal 2 Desember pada pukul 17.00 WIB