BAB II
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Creswell dalam bukunya yang berjudul
“Qualitative Inquiry And Research Design” mengungkapkan lima tradisi
penelitian, yaitu: biografi, fenomenologi, grounded theory study, studi kasus
dan etnografi. Salah satu tradisi yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah
studi kasus yang telah lama dipandang sebagai metode penelitian yang “amat
lemah”. Para peneliti yang menggunakan studi kasus dianggap melakukan
“keanehan” dalam disiplin akademisnya karena tingkat ketepatannya (secara
kuantitatif), objektivitas dan kekuatan penelitiannya dinilai tidak
memadai.Walaupun demikian, studi kasus tetap dipergunakan secara luas dalam
penelitian ilmu-ilmu sosial, baik dalam bidang psikologi, sosiologi, ilmu
politik, antropologi, sejarah dan ekonomi maupun dalam bidang ilmu-ilmu praktis
seperti pendidikan, perencanaan wilayah perkotaan, administrasi umum, ilmu-ilmu
manajemen dan lain sebagainya.Bahkan sering juga diaplikasikan untuk penelitian
evaluasi yang menurut sebagian pihak merupakan bidang metode yang sarat dengan
kuantitatifnya.Semuanya ini merupakan suatu fenomena yang menarik untuk
dipertanyakan bahwa apabila studi kasus itu memiliki kelemahan, mengapa para
peneliti menggunakannya?.Oleh karena itu makalah ini akan mengkaji tentang
metode penelitian studi kasus.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
definisi studi kasus ?
2.
Apa
saja tipe-tipe studi kasus?
3.
Bagaimana
langkah-langkah dalam metode penelitian studi kasus?
4.
Apa saja
kelebihan dan kelemahan studi kasus?
BAB II
MODEL PENELITIAN STUDI KASUS
A.
Definisi Studi Kasus
Bila kita
melakukan penelitian yang terinci tentang seseorang (individu) atau sesuatu
unit sosial dalam kurun waktu tertentu, kita melakukan apa yang disebut apa
yang disebut studi kasus. Studi kasus dapat mengantarkan peneliti memasuki
unit-unit sosial terkecil seperti perhimpunan, kelompok, keluarga dan berbagai
bentuk unit sosial lainnya. Jadi, studi kasus dalam khazanah metodologi dikenal
sebagai suatu studi yang bersifat kontemporer, intens, rinci dan mendalam serta
lebih diarahkan sebagai upaya menelaah masalah-masalah atau fenomena yang
bersifat kontemporer, kekinian.[1]
Studi kasus
dilihat dari dimensi tertentu dapat pula disebut studi longitudinal yang
dikontraskan dengaan studi cross sectional. Studi longitudinal berupaya
mengobservasi obyeknya dalam jangka waktu lama dan terus-menerus. Sedangkan studi
cross sectional berupaya mempersingkat waktu observasinya dengan cara
mengobservasi pada beberapa tahap atau tingkat perkembangan tertentu dengan
harapan dari sejumlah tahap atau tingkat tersebut akan dapat dibuat kesimpulan
yang sama dengan longitudinal. [2]
Creswell
mengungkapkan bahwa apabila kita akan memilih studi untuk suatu kasus, dapat dengan
menggunakan berbagai sumber informasi yang meliputi: observasi, wawancara,
materi audio-visual, dokumentasi dan laporan.Sedangkan fokus di dalam suatu kasus dapat dilihat dari
keunikannya, memerlukan suatu studi (studi kasus intrinsik) atau dapat
pula menjadi suatu isu (isu-isu) dengan menggunakan kasus sebagai instrumen
untuk menggambarkan isu tersebut (studi kasus instrumental). Ketika
suatu kasus diteliti lebih dari satu kasus hendaknya mengacu pada studi
kasus kolektif.[3]
Sementara itu,
pakar metodologi penelitian Robert K. Yin (1996), mengintrodusir studi kasus
itu lebih banyak berkutat pada atau berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan : “how”
(bagaimana) dan “why” (mengapa), serta pada tingkat tertentu juga
menjawab pertanyaan “what” (apa/apakah), dalam kegiatan penelitian.
Menurut Yin, menentukan tipe pertanyaan penelitian merupakan tahap yang sangat
penting dalam setiap penelitian, sehingga untuk tugas ini dituntut adanya
kesabaran dan persediaan waktu yang cukup. Kuncinya adalah memahami bahwa
pertanyaan-pertanyaan penelitian selalu memiliki substansi (misalnya, apakah
sebenarnya penelitian saya ini?) dan bentuk (misalnya, apakah saya sedang
mempertanyakannya siapakah, apakah, dimanakah, atau bagaimanakah).[4]
B.
Tipe-tipe Studi Kasus
Dalam khazanah
metodologi, apa yang disebut studi kasus itu ternyata memiliki tipe-tipe
tertentu yang spesifik. Berikut ini akan dikemukakan secara singkat tipe-tipe
studi kasus pendekatan kualitatif. Bogdan dan Biklen (1982), mencoba
mengklasifikasikan tipe-tipe studi kasus dalam enam tipologi. Keenam tipologi
ini merupakan single case studies, studi kasus tunggal. Pertama, studi kasus
kesejarahan sebuah organisasi. Yang dituntut dalam studi kasus disini adalah
pemusatan perhatian mengenai perjalanan dan perkembangan sejarah organisasi
sosial tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula. Kedua, studi kasus
observasi. Yang lebih ditekankan disini adalah kemampuan seorang peneliti
menggunakan teknik observasi dalam kegiatan penelitian. Ketiga, studi kasus
life history. Studi ini mencoba menyingkap dengan lengkap dan runcing kisah
perjalanan hidup seseorang sesuai dengan tahap-tahap, dinamika dan liku-liku
yang mengharu-biru kehidupannya. Keempat, studi kasus komunitas sosial atau
kemasyarakatan. Seorang peneliti yang berpengalaman serta memiliki kepekaan dan
ketajaman naluriah sebagai peneliti seringkali mampu melihat sisi-sisi unik
tapi bermakna dari lingkungan sosial sekitarnya dalam komunitas dimana dia
hidup dan bergaul sehari-hari. Kenyataan tersebut dapat dijadikan pusat
perhatian untuk melakukan studi kasus komunitas sosial atau kemasyarakatan.
Kelima studi kasus analisa situasional. Kehidupan sosial yang dinamis dan
selalu menggapai perubahan demi perubahan tentu saja mengisyaratkan adanya
letusan-letusan situasi dalam bentuk peristiwa-peristiwa atau katakanlah
fenomena sosial terntentu. Keenam, studi kasus mikroetnografi.Studi kasus
tataran ini dilakukan terhadap sebuah unit sosial terkecil. Katakanlah sebuah
sisi tertentu dalam kehidupan sebuah komunitas atau organisasi atau bahkan
seorang individu.[5]
Sementara itu,
Yin (1996), secara tegas mengkategorikan studi kasus kedalam tiga tipologi,
yakni : studi kasus eksplanatoris, eksploratoris, dan deskriptif. Yin
meletakkan ketiga tipologi ini berdasarkan jenis pertanyaan yang harus dijawab
dalam studi kasus, yakni pertanyaan how (bagaimana), dan why
(mengapa), serta pada tingkat tertentu juga menjawab pertanyaan what
(apa/apakah).[6]
C.
Langkah-langkah studi Kasus
1.
Nyatakan
tujuan-tujuannya. Apa yang
menjadi unit-unit studi
dan karakteristik-karakteristiknya, hubungan-hubungannya, dan proses-proses
yang akan mengarahkan penyelidikan.
2.
Rancangkan
cara pendekatannya. Bagaimana unit-unit tersebut akan dipilih? Apakah sumber
data dapat digunakan? Metode apa yang akan digunakan untuk mengumpulkan data?
3.
Kumpulkan
data.
4.
Organisasikan
informasi untuk menyusun rekonstruksi unit studi yang koheren,dan terintergrasi
dengan baik.
5.
Laporkan hasilnya dan diskusikan
signifikasinya.[7]
D.
Kelebihan dan kekurangan
Adapun
kelebihan dari studi kasus adalah:
1.
Analisi
instensif yang dilewatkan tidak dilakukan oleh metode lain.
2.
Dapat
menghasilkan ilmu pengetahuan pada kasus khusus.
3.
Cara
yang tepat untuk mengeksplorasi fenomena yang belum secara detail diteliti.
4.
Informasi
yang dihasilkan dalam studi kasus sangat bermanfaat dalam menghasilkan
hipotesis yang diuji lebih ketat,rinci,dan seteliti mungkin pada peneliti yang
berikutnya.
5.
Studi
kasus yang bagus merupakan sumber informasi diskriptif yang baik dan dapat
digunakan sebagai bukti untuk suatu pengembangan teori atau menyanggah teori.
Adapun
kelemahan dari studi kasus adalah:
1.
Studi
kasus sering kali dipandang kurang ilmiah karena pengukurannya bersifat
subjektif.
2.
Karena
masalah interpretasi subjektif pada pengumpulan dan analisa dan data studi
kasus, maka mengerjakan pekerjaan ini relatif lebih sulit dari penelitian
kuantitatif.
3.
Masalah
generalisasi.
4.
Karena
lebih bersifat diskriptif.
5.
Biaya
penyelenggaraan yang relatif mahal.
6.
Karena
fleksibilitas disain studi kasus, memungkinkan peneliti untuk beralih fokus
studi ke arah yang tidak seharusnya. [8]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Studi kasus dilihat dari dimensi tertentu dapat pula disebut studi
longitudinal yang dikontraskan dengaan studi cross sectional. Studi
longitudinal berupaya mengobservasi obyeknya dalam jangka waktu lama dan
terus-menerus
Yin (1996), secara tegas mengkategorikan studi kasus kedalam tiga
tipologi, yakni : studi kasus eksplanatoris, eksploratoris, dan deskriptif. Yin
meletakkan ketiga tipologi ini berdasarkan jenis pertanyaan yang harus dijawab
dalam studi kasus, yakni pertanyaan how (bagaimana), dan why
(mengapa), serta pada tingkat tertentu juga menjawab pertanyaan what
(apa/apakah).
Langkah-langkah
studi Kasus :
·
Nyatakan
tujuan
·
Rancangkan
cara pendekatannya
·
Kumpulkan
data
·
Organisasikan
informasi
·
Laporkan
hasil dan diskusikan signifikasi
Kelebihan dan kekurangan studi kasus diantaranya :
· Dapat menghasilkan ilmu pengetahuan pada kasus kusus.
· Cara yang tepat untuk mengeksplorasi fenomena yang belum secara
detail diteliti
· Karena lebih bersifat diskriptif.
· Biaya penyelenggaraan yang relatif mahal.
[8] http://multazam-einstein.blogspot.co.id/2013/06/studi-kasus-dalam-metodologi-penelitian.html?m=1 yang diunduh
pada tanggal 2 Desember pada pukul 17.00 WIB
0 comments:
Post a Comment