BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seiring
pergantian zaman, paham-paham yang berkembang didunia mengalami berbagai
perubahan.Hal ini dipengaruhi oleh pola pikir yang berkembang pada zaman
tertentu.Ada pertentangan-pertentangan yang senantiasa bertarung dan secara
silih berganti mendominasi pola pemikiran masyarakat.Misalnya pertarungan
antara agama dan sains.Pada zaman pertengahan agama mendominasi, dan sains
termarjinalkan.Selanjutnya pada zaman renaissance hingga sekarang, sains
mendorninasi dan menjadi alat ukur kebenaran sedangkan agama lebih cenderung
dimarjinalkan.Dalam tataran ideologi, pertarungan antara kapitalisme dan
sosialisme mewarnai ideologi masyarakat dunia.Pertarungan antara keduanya tentu
berdampak pada berbagai sector kehidupan
masyarakat, salah satunya pada sector pendidikan.Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan
seseorang.Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan pengetahuan
yang nantinya menjadi bekal dalam kehidupan ditengah masyarakat.Pendidikan juga
tidak bisa lepas dari ideologi yang berkembang ditengah masyarakat.Ideologi ini
turut mewarnai pendidikan sehingga pendidikan yang dilakukan ditengah
masyarakat memiliki karakteristik tertentu yang identik dengan ideologi
tertentu pula seperti fundamentalisme, intelektualisme, dan konservatisme.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana aliran fundalisme dalam
pendidikan?
2. Bagaimana
aliran intelektualisme dalam pendidikan?
3. Bagaimana
aliran konservatisme dalam pendidikan?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Fundamentalisme dalam Pendidikan
Fundamentalisme adalah sebuah
gerakan dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya untuk kembali
kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas (fundamental).[1]
Bagi seorang pendidik fundamentalis,
masyarakat kontemporer di hadapkan pada keruntuhan moral dalam waktu deket, dan
keharusan tertinggi yang musti dilakukan adalah merombak
tolok ukur-tolok ukur keyakinan dan perilaku konvensional dengan cara kembali
keciri-ciri kebaikan yang lebih tinggi dimasa silam. Sejalan dengan itu,
sasaran pendidikan adalah untuk memulihkan cara-cara yang lebih tua umurnya dan
yang lebih baik, dengan membangun kembali tatanan sosial yang ada.
Seperti juga dalam semua ideologi pendidikan, ada dua corak dasar
fundamentalis pendidikan yang pertama adalah fundamentalis pendidikan sekular
dan yang kedua adalah fundamentalis pendidikan religius. Yang sekular tidak
memiliki kepastian-kepastian religius, dan meski kadang ia memakai peristilahan
religius atau semu-religius, namun ia cenderung untuk mendasarkan posisinya
pada prakiraan-prakiraan yang kurang lebih bersifat intuitif atau ‘akal sehat’,
ketimbang mendasarkannya pada wahyu ataupun iman. Yang fundamentalis meyakini
bahwa tujuan puncak pendidikan yakni, untuk membangkitkan kembali dan
meneguhkan kembali cara-cara lama yang lebih baik, untuk memapankan kembali
tolok ukur-tolok ukur tradisional dalam perilaku dan keyakinan selalu menjadi
nomor dua dibawah sasaran universal dalam karya penyelamatan jiwa yang abadi,
dan penyelamatan semacam itu terutama adalah persoalan mengenali dan mematuhi
kehendak Tuhan sebagaimana telah diwahyukan melalui kitab-kitab suci yang
diterima.[2]
Karakteristik
fundamentalisme adalah sebagai berikut:
1)
Yakin bahwa pengetahuan utama merupakan alat untuk membangun
kembali masyarakat dalam mengejar pola kesempurnaan moral yang pernah ada
dimasa silam.
2)
Menekankan bahwa manusia adalah agen moral, menekankan ketaatan
terhadap aturan moral yang jelas dan lengkap, dan menekankan nilai patriotisme
yang dirumuskan secara sempit.
3)
Secara diam-diam ataupun terang-terangan anti intelaktual,
menentang pengujian kritis terhadap pola-pola keyakinan dan perilaku yang
mereka pilih.
4)
Pendidikan pertama-tama dipandang sebagai proses regenerasi moral.
5)
Memusatkan perhatian pada tujuan asli tradisi-tradisi serta
lembaga-lembaga sosial yang ada, menekankan ‘kembali ke masa silam’ sebagai
sebuah orientasi ulang yang bersifat korektif terhadap pandangan modern yang
terlalu menekankan masa kini dan masa depan.
6)
Menekankan pengenalan kembali cara-cara lama yang sudah teruji oleh
waktu, kebutuhan untuk kembali kepada kebaikan-kebaikan nyata atau yang
dikhayalkan ada diera yang lalu.
7)
Berdasarkan pada sistem sosial dan keagamaan yang tertutup, yang
menjadi ciri era sebelumnya, membela gerakan kembali kepada kondisi-kondisi
yang lebih baik yang pernah berlangsung.[3]
B.
Intelektualisme dalam
Pendidikan
Intelektualismeadalah ketaatan atau
kesetiaan terhadap latihan daya pikir dan pencarian sesuatu berdasarkan ilmu.
Intelektualisme berasal dari kata intelek yang merupakan kosakata Latin: intellectus
yang berarti pemahaman, pengertian, kecerdasan. Intelektualisme
mengharuskan adanya akal atau kecerdasan otak untuk berpikir secararasional.Plato
dan Aristoteles merupakan tokoh intelektualis yang mendasari paham
intelektualisme.[4]
Intelektualisme pendidikan, seperti
juga ideologi-ideologi lainnya, didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
tertentu diwilayah filosofi moral dan filosofi politik. Sementara filosofi
moral yang mengidentifikasi kebaikan tertinggi dengan pencerahan folisofis dan
religius didasari oleh kesempatan penalaran, atau umumnya intelektualisme
dilandasi oleh tiga prakiraan filosofis:
1.
Dunia ini penuh dengan makna dalam dirinya. Adanya
kebenaran-kebenaran fundamental tertentu, hukum-hukum kodrat(alam) atau
ketuhanan yang bersifat mutlak dan tak berubah, dan kebenaran-kebenaran ini
mendahului atau menjadi preseden bagi pengalaman personal, serta menentukan
pengalaman tersebut.
2.
Manusia tidak dilahirkan dengan bekal pengetahuan yang gemblang
(eksplisit) mengenai kebenaran-kebenaran tadi, maka harus ada kesadaran yang
bisa diperoleh melalui pengalaman tersebut.
3.
Dengan hanya segelintir kasus perkecualian seperti misalnya
pewahyuan religius atau intuisi mistis dalam hampir semua kasus kebenaran-kebenaran
tadi dapat dicapai dan dipahami lewat latihan penalaran.[5]
Ciri-ciri
umum intelektualisme pendidikan:
1)
Menganggap bahwa pengetahuan adalah sebuah tujuan dalam dirinya
sendiri, bahwa ‘tahu’ bukanlah sekedar cara meningkatkan keefektifan perilaku
praktis semata.
2)
Menekankan manusia sebagai manusia, yakni bahwa manusia memiliki
hakikat universal yang melampui keadaan-keadaan tertentu disuatu saat/tempat.
3)
Menekankan nilai-nilai intelektualisme tradisional, yakni pemupukan
nalar serta penerusan kebijaksanaan spekulatif (filosofis).
4)
Memandang pendidikan sebagai sebuah orientasi kearah kehidupan
secara umum, bukan sebagai hal penyesuaian situasional.
5)
Berpusat pada sejarah intelektual manusia sebagaimana dirumuskan
dengan tradisi intelektual barat yang dominan (klasikisme).
6)
Menekankan stabilitas filosofis sebagai prioritas yang lebih tinggi
ketimbang kebutuhan akan perubahan, menekankan stabilitas intelektual dan
keberlanjutan (kontinuitas), apa yang biasa disebut ‘kebenaran-kebenaran kekal’
(perenial) yang melampaui ruang dan waktu.[6]
C.
Konservatisme dalam Pendidikan
Konservatisme adalah sebuah filsafat
politik yang mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari bahasa
Latin:conservāre, melestarikan; "menjaga, memelihara,
mengamalkan".[7]
Bagi kaum konservatif, tujuan atau
sasaran pendidikan adalah sebagai pelestarian dan penerusan pola-pola kemapanan
sosial serta tradisi-tradisi.Berciri “orientasi ke masa kini’, para pendidik
konservatif sangat menghormati masa silam, namun ia terutama memusatkan
perhatiannya pada kegunaan dan penerapan pola belajar mengajar di dalam konteks
sosial yang ada sekarang.Ia ingin mempromosikan perkembangan masyarakat
kontemporer yang seutuhnya dengan cara memastikan terjadinya perubahan yang
perlahan-lahan dan bersifat organis yang sesuai dengan keperluan-keperluan
legal serta kelembagaan yang sudah mapan. Dalam arti serupa, selagi kaum
konservatif sekular sangat memperhatikan pelatihan watak serta disiplin
intelektual sekaligus, kaum konservatif sekular itu terutama membaktikan diri
pada sejenis persekolahan yang dirancang untuk menjamin adanya rasa hormat
serta penghargaan (apresiasi) terhadap lembaga-lembaga dan praktik sosial yang
ada. Berlawanan dengan penekanan kaum intelektualis terhadap masalah kajian
filosofi dan ilmu-ilmu kemanusiaan (humanitas), kaum konservatif cenderung
memusat perhatian kepada disiplin ilmu yang lebih praktis dan lebih baru;
sejarah, biologi, fisika; yang dianggap sebagai bidang-bidang yang secara
langsung relevan dengan berbagai problema masyarakat komtemporer yang paling
mendesak dan harus segera diselesaikan.
Sama halnya dengan dua ideologis ‘konservatif’ lainnya, funda
mentalisme pendidikan dan intelektualisme pendidikan, ada dua tradisi mendasar
dalam konservatisme pendidikan yang berkaitan dengan sikap-sikap yang
menyangkut agama.[8]
Ciri-ciri konservatisme
dalam pendidikan :
1)
Menganggap bahwa nilai dasar pengetahuan ada pada kegunaan
sosialnya, bahwa pengetahuan adalah cara untuk mengajukan nilai-nilai sosial
yang mapan.
2)
Menekankan peran manusia sebagai warganegara; manusia dalam
perannya sebagai anggota sebuah negara yang mapan.
3)
Menekankan penyesuaian diri yang bernalar; menyadarkan diri pada
jawaban-jawaban terbaik dari masa silam sebagai tuntunan yang paling bisa
dipercaya untuk memandu tindakan dimasa kini.
4)
Memandang pendidikan sebagai sebuah pembelajaran (sosialisasi)
nilai-nilai sistem yang mapan.
5)
Memusatkan perhatian kepada tradisi-tradisi dan lembaga-lembaga
sosial yang ada, menekankan situasi sekarang (yang dipandang melalui sudut
pandang kesejarahan yang relatif dangkal dan berpusat pada etnisnya sendiri
(etnosentris).
6)
Menekankan stabilitas budaya melebihi kebutuhan akan
pembaharuan/perombakan budaya, hanya menerima perubahan-perubahan yang pada
dasarnya cocok dengan tatnan sosial yang sudah mapan.
7)
Berdasarkan sebuah sistem budaya tertutup (etnosentrisme),
menekankan tradisi-tradisi sosial yang dominan, dan menekankan perubahan secara
bertahap didalam situasi sosial yang secara umum stabil.
8)
Mengakar kepada kepastian-kepastian yang sudah teruji oelh waktu,
dan meyakini bahwa gagasan-gagasan serta praktik-praktik kemapanan lebih sahih
dan handal ketimbang gagasan-gagasan serta praktik-praktik yang lahir dari
spekulasi yang relatif tak terkendalikan.
9)
Menganggap bahwa wewenang intelektual tertinggi adalah budaya
dominan dengan segenap sistem keyakinan dan perilakunya yang mapan.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Fundamentalisme adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham
atau agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai
dasar-dasar atau asas-asas (fundamental).
Intelektualismeadalah ketaatan atau kesetiaan terhadap latihan daya
pikir dan pencarian sesuatu berdasarkan ilmu.umumnya intelektualisme dilandasi
oleh tiga prakiraan filosofis:1) Dunia ini penuh dengan makna dalam dirinya. 2)Manusia
tidak dilahirkan dengan bekal pengetahuan yang gemblang (eksplisit) mengenai
kebenaran-kebenaran tadi, maka harus ada kesadaran yang bisa diperoleh melalui
pengalaman tersebut. 3) Dengan hanya segelintir kasus perkecualian.
Konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung
nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari bahasa Latin: conservāre,
melestarikan; "menjaga, memelihara, mengamalkan".Bagi kaum
konservatif, tujuan atau sasaran pendidikan adalah sebagai pelestarian dan
penerusan pola-pola kemapanan sosial serta tradisi-tradisi.
DAFTAR PUSTAKA
O’Neill, William F.2008.Ideologi-ideologi
Pendidikan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
https://id.wikipedia.org/wiki/Intelektualisme
https://id.wikipedia.org/wiki/Konservatisme
[1]https://id.wikipedia.org/wiki/Fundamentalisme
diakses pada Senin, 8 Mei 2017 pukul 22.13 WIB
[2]William F.O’Neill.Ideologi-ideologi
Pendidikan.(Yogyakarta:PUSTAKA PELAJAR.2001),hlm 247-249
[3]William F.O’Neill.Ideologi-ideologi
Pendidikan,.....hlm 250
[4]https://id.wikipedia.org/wiki/Intelektualisme
diakses pada Senin, 8 Mei 2017 pukul 22.20 WIB
[5]William F.O’Neill.Ideologi-ideologi
Pendidikan,.....hlm 260
[6]William F.O’Neill.Ideologi-ideologi
Pendidikan,.....hlm 287
[7]https://id.wikipedia.org/wiki/Konservatisme
diakses pada Senin, 8 Mei 2017 pukul 22.30 WIB
[8]William F.O’Neill.Ideologi-ideologi
Pendidikan,.....hlm 333-335
[9]William F.O’Neill.Ideologi-ideologi
Pendidikan,.....hlm 336-337
0 comments:
Post a Comment