BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk sosial dan
konkrit yang memiliki potensial. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial
karena tidak dapat hidup tanpa orang lain. Manusia juga merupakan makhluk
konkrit yang potensial dan dapat mengembangkan dirinya baik secara fisik maupun
secara psikis karena didalam diri manusia tersimpan kemampuan bawaan yang dapat
dikembangkan secara terus-menerus. Perkembangan kemampuan manusia pun akan
menurun seiring dengan bertambahnya usia karena perkembangan manusia seperti
kurva yang naik kemudian turun.
Semakin bertambahnya usia, maka akan
terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik, pola pikir, daya ingat,
kemampuan, dan masih banyak lagi. Dengan bertambahnya usia seseorang, ia akan
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya karena berbagai keterbatasan
yang dimilikinya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial pada masa dewasa
akhir (tua) menurun, baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Selain itu,
pandangan di usia tua tentang kehidupan saat ini cenderung berubah. Mereka
tidak lagi memikirkan hal-hal seperti yang dipikirkan oleh masa anak-anak,
remaja, bahkan dewasa. Pada tahap ini mereka akan lebih berfikir tentang hal-hal
penting untuk dilakukan dalam waktu yang masih tersisa sebelum datangnya
kematian.
Tahap dewasa dalam psikologi
perkembangan dibagi menjadi tiga masa, yaitu masa dewasa awal (early
adulthood), masa dewasa menengah (middle adulthood), dan masa dewasa akhir
(late adulthood). Masa dewasa akhir adalah periode penutup dalam rentang
kehidupan manusia. Pada makalah ini kami akan membahas lebih lanjut tentang
masa dewasa akhir dan kematian.
1.2 Rumusan
Masalah
1) Apa
pengertian dari masa dewasa akhir?
2) Apa saja
aspek yg mempengaruhi Perkembangan
Kognitif Pada Masa Dewasa Akhir?
3) Bagaimana
perkembangan bahasa pada masa dewasa akhir?
4) Bagaimana
masa dewasa akhir dalam menghadapi kematian?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Masa Dewasa Akhir
Masa dewasa akhir merupakan periode
penutup dimana seseorang individu telah mencapai kematangan dalam proses
kehidupan, serta telah menunjukkan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan
berjalannya waktu. Masa ini dimulai saat seseorang mulai berusia 60 tahun ke atas.
Saat seseorang mulai memasuki masa dewasa akhir, maka akan terlihat gejala
penurunan fisik, psikologis, dan intelektual. Proses inilah yang disebut dengan
istilah proses menua (lansia).
Berikut beberapa pendapat menurut para ahli mengenai
pengertian masa dewasa akhir (masa tua) :
v Menurut Bernice Neugarten (1968)
James C. Chalhoun (1995), masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa
puas dengan keberhasilannya.
v Menurut Constantinides (1994), pada
masa lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara
perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi.
2.2 Perkembangan
Kognitif Pada Masa Dewasa Akhir
Salah satu pertanyaan yang paling
banyak menimbulkan kontroversial dalam studi tentang perkembangan rentang hidup
manusia adalah kemampuan kognitif orang dewasa seperti memori, kreativitas,
intelegensi, dan kemampuan belajar, paralel dengan penurunan kemampuan fisik.
Pada umumnya orang percaya bahwa proses belajar, memori, dan intelegensi
mengalami pemerosotan bersamaan dengan terus bertambahnya usia.
Kecepatan dalam memproses informasi
mengalami penurunan pada masa dewasa akhir. Selain itu, orang-orang dewasa
lanjut usia juga kurang mampu mengeluarkan kembali informasi yang telah
disimpan dalam ingatannya. Kecepatan memproses informasi secara perlahan-lahan
memang akan mengalami penurunan pada masa dewasa akhir, namun faktor individual
differences juga berperan dalam hal ini. Nancy Denney (1986) menyatakan bahwa
kebanyakan tes kemampuan mengingat dan memecahkan masalah, mengukur bagaimana
orang-orang dewasa lanjut usia melakukan aktifitas-aktifitas yang abstrak dan
sederhana.[1]
Ada tiga
komponen penting yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif individu berusia lanjut,
antara lain sebagai berikut.[2]
·
Pendidikan
Fasilitas pendidikan semakin tahun
memang semakin meningkat, sehingga generasi sekarang memiliki kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan yang lebih baik daripada generasi sebelumnya.
Pengalaman-pengalaman di dunia pendidikan, ternyata berkorelasi positif dengan
hasil skor pad tes-tes inteligensi dan tugas-tugas pengolahan informasi atau
ingatan (Verhaegen, Marcoen & Goossens, 1993). Dinegara-negara maju, beberapa
lansia masih berusaha untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.
Alasan-alasan yang dikemukakan antara lain:
1. Ingin
memahami sifat dasar penuaan yang dialaminya;
2. Ingin
mempelajari perubahan sosial dan teknologi yang dirasakan memengaruhi kehidupannya;
3. Ingin
menemukan pengetahuan dan mempelajari keterampilan-keterampilan yang relevan
untuk mengantisipasi permintaan-permintaan masyarakat dan tuntutan pekerjaan,
agar tetap dapat berkarier secara optimal dan mampu bersaing dengan generasi sesudahnya;
4. Ingin
mengisi waktu luang agar lebih bermanfaat, serta sebagai bekal untuk mengadakan
penyesuaian diri dengan lebih baik pada masa pensiunnya.
·
Pekerjaan
Searah dengan kemajuan teknologi,
biasanya orang-orang dewasa lanjut usia dengan kompetensi yang dimiliki,
cenderung bekerja dengan jenis pekerjaan yang belum mengarah ke orientasi
kognitif seperti generasi sesudahnya. Hal ini mengakibatkan banyak tenaga
dewasa lanjut usia yang harus tersingkir dari dunia kerja karena tidak mampu
lagi bersaing dengan generasi yang berikutnya.
·
Kesehatan
Dari hasil penelitian, kondisi
kesehatan berkorelasi positif dengan kemampuan intelektual individu (Hultsch,
Hammer & Small, 1993). Seperti hasil penelitian yang menemukan bahwa
hipertensi ternyata berkorelasi dengan berkurangnya daya guna individu berusia
di atas 60 tahun pada tes WAIS (Wilkie & Eisdorfer, 1971). Semakin tua,
semakin banyak masalah kesehatan yang dihadapi (Siegler & Costa, 1985).
Jadi, beberapa penurunan kemampuan intelektual yang ditemukan pada orang-orang
dewasa lanjut usia sangat mungkin disebabkan oleh faktor-faktor yang terkait
dengan kesehatan daripada faktor usia semata.
Gaya hidup individu juga berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan fisiknya. Pada satu penelitian, ditemukan bahwa ada hubungan antara
aktifitas olahraga dengan kecakapan kognitif pada subyek pria dan wanita
berusia 55-91 tahun (Clarkson, Smith & Hartley, 1989). Orang-orang yang
giat berolahraga memiliki kemampuan penalaran, ingatan, dan waktu reaksi lebih
baik daripada mereka yang kurang atau tidak pernah berolahraga.
Penelitian berikutnya, (Park, 1992; Stones & Kozman,
1989) menyetujui bahwa olahraga merupakan faktor penting untuk meningkatkan
fungsi-fungsi kognitif pada orang dewasa lanjut usia. Yang harus diperhatikan
dalam aktifitas berolahraga pada masa dewasa akhir adalah pemilihan jenis
olahraga yang akan dijalani harus disesuaikan dengan usia subyek, dalam arti
kondisi fisik individu tersebut.
2.3 Perkembangan Bahasa Dewasa Akhir
Di
masa dewasa akhir, individu mulai menunjukkan beberapa kemunduran dalam
berbahasa (Obler, 2009). Sebagai contoh, apabila orang lanjut usia mengalami
masalah pendengaran, mereka dapat mengalami kesulitan membedakan bunyi-bunyi
percakapan dalam konteks tertentu (Clark-Cotton & Goral, 2007). Beberapa
aspek keterampilan fonologi orang dewasa lanjut usia berbeda dengan
keterampilan berbahasa orang dewasa muda (Clark-Cotton dkk., 2007). Cara bicara
orang dewasa usia lanjut biasanya volumenya lebih rendah, tidak terartikulasi
dengan tepat, dan tidak begitu lancar (lebih banyak jeda, pengulangan, dan
koreksi).
Satu
aspek dari cara berbicara dimana perbedaan usia ditemukan mencakup menceritakan
kembali sebuah kisah atau memberikan instruksi untuk menyelesaikan sebuah
tugas. Ketika terlibat dalam cara berbicara jenis ini, orang dewasa lanjut usia
cenderung menghilangkan elemen kunci, menciptakan percakapan yang kurang lancar
dan lebih sulit untuk disimak (Clark-Cotton dkk., 2007). Menurunnya kecepatan
dalam pemrosesan informasi dan menurunnya working memory, khususnya
dalam hal kemampuan menyimpan informasi di dalam pikiran ketika melakukan
pemrosesan, cenderung berkontribusi terhadap kurangnya efisiensi berbahasa pada
orang-orang lanjut usia (Stine-Morrow, 2007).[3]
2.4 Pengertian
Kematian Dan Fase Menjelang Kematian
Mati atau kematian berasal dari
bahasa arab. Mati biasa juga disebut meninggal dunia, yang berarti tidak
bernyawa, atau terpisahnya roh dari zat, psikis dari fisik, jiwa dari badan,
atau yang ghaib dari yang nyata. Seseorang yang sudah mati disebut mayat/
jenazah.
Pada hakekatnya maut atau mati adalah akhir dari kehidupan
dan sekaligus awal kehidupan (baru). Jadi maut bukan kesudahan, kehancuran atau
kemusnahan. Maut adalah suatu peralihan dari suatu dunia ke dunia lain, dari suatu
keadaan kepada keadaan lain, tempat kehidupan manusia akan berlanjut.
Fase Menjelang Kematian dan Kematian Menurut Para Ahli
Menurut Elisabeth Kubler-Ross mengusulkan 5 fase yang datang
untuk berdamai dengan kamatian, yaitu : penyangkalan, marah, tawar-menawar,
depresi, dan penerimaan. Namun, tahap ini rangkaiannya tidak universal. (1)
Penyangkalan merupakan fase pertama yang diusulkan Kubler-Ross dimana
orang-orang menolak bahwa kematian benar-benar ada. Namun, penolakan merupakan
pertahanan diri yang bersifat sementara dan kemudian akan digantikan dengan
rasa penerimaan yang meningkat saat seseorang dihadapkan pada beberapa hal
seperti pertimbangan keuangan, urusan yang belum selesai, dan kekhawatiran
mengenai kehidupan anggota keluarga yang lainnya nanti.
(2) Marah merupakan fase kedua dimana orang yang menjelang
kematian menyadari bahwa penolakan tidak dapat lagi dipertahankan. Penolakan
sering memunculkan rasa marah, benci, dan iri. Pada fase ini biasanya amarahnya
seringkali salah sasaran dan diproyeksikan kepada orang lain dan juga Tuhan.
(3) Tawar-menawar merupakan fase ketiga menjelang kematian
dimana seseorang mengembangkan harapan bahwa kematian sewaktu-waktu dapat
ditunda atau diundur. Beberapa orang membuka tawar-menawar atau
negosiasi-seringkali dengan Tuhan-sambil mencoba untuk menunda kematian.
(4) Depresi merupakan fase keempat menjelang kematian dimana
orang yang sekarat akhirnya menerima kematian. Pada titik ini, suatu periode
depresi atau persiapan berduka mungkin muncul. Orang yang akan menjelang
kematiannya akan menjadi pendiam, menolak pengunjung, serta menghabiskan banyak
waktunya untuk menangis dan berduka. Perilaku ini normal pada situasi tersebut
dan sebenarnya merupakan usaha nyata untuk melepaskan diri dari seluruh objek
yang disayangi. Menurut Kubler-Ross, usaha untuk membahagiakan orang yang
menjelang kematiannya pada fase ini justru menjadi penghalang karena orang
tersebut perlu untuk merenungkan ancaman kematian.
(5) Penerimaan merupakan fase kelima menjelang kematian,
dimana seseorang mengembangkan rasa damai, menerima takdir, dan dalam beberapa
hal, ingin ditinggal sendiri. Pada fase ini perasaan dan rasa sakit pada fisik
mungkin hilang. Kubler-Ross menggambarkan fase kelima ini sebagai akhir
perjuangan menjelang kematian.
Kematian akan membawa duka cita (grive) yang berarti
kelumpuhan emosional, tidak percaya, kecemasan akan terpisah, putus asa, sedih
dan kesepian yang menyertai disaat kita kehilangan seseorang yang kita cintai.
Biasanya kehilangan yang paling sulit adalah kematian pasangan hidup. Menurut
pandangan Averill (1968), menyebutkan bahwa kita akan melewati 3 fase duka cita
setelah kita kehilangan seseorang yang kita cintai, yaitu terkejut, putus asa,
dan pulih kembali. Sedangkan menurut Parkes (1972), menyebutkan bahwa ada 4
fase yang akan kita lalui, yaitu kelumpuhan, rindu, depresi, dan pulih kembali
(Parkes,1972).[4]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia disebut sebagai makhluk yang
memiliki prinsip tanpa daya karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal
memerlukan bantuan dari luar dirinya. Bantuan yang dimaksud antara lain adalah
dalam bentuk bimbingan serta pengarahan. Ketika manusia menginjak masa
dewasanya sudah terlihat adanya kematangan dalam dirinya. Kematangan jiwa tersebut
menggambarkan bahwa manusia tersebut sudah menyadari makna hidupnya. Dengan
kata lain, manusia dewasa sudah mulai memilih nilai-nilai atau norma yang telah
dianggap mereka baik untuk dirinya serta mereka berusaha untuk mempertahankan
nilai-nilai atau norma-norma yang telah dipilihnya tersebut.
Masa dewasa lanjut usia merupakan
masa lanjutan atau masa dewasa akhir (60 tahun ke atas). Permasalahan dari diri
sendiri dengan perubahan perkembangan fisik, kognitif, dan sosioemosi adalah
tanda penuaan yang cukup menyita perhatian. Saat individu memasuki dewasa akhir
akan mulai terlihat gejala penurunan fisik dan psikologis, perkembangan
intelektual dalam lambatnya gerak motorik, dan pencarian makna hidup
selanjutnya.
Beberapa cara menghadapi krisis di
masa dewasa akhir adalah tetap produktif dalam peran sosial, gaya hidup sehat,
dan kesehatan fisik. Akibat perubahan fisik yang semakin menua, maka perubahan
ini akan sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan
lingkunganya. Dengan semakin lanjut usia, seseorang secara berangsur-angsur
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya karena berbagai keterbatasan
yang dimilikinya.
Kematian biasanya terjadi di usia
dewasa akhir, namun dapat juga terjadi pada pase perkembangan manapun. Kematian
beberapa orang, khususnya anak-anak dan dewasa sering dianggap lebih tragis
daripada kematian pada orang yang lanjut usia. Pada anak-anak dan dewasa muda
kematian banyak disebabkan karena kecelakaan, sedang orang dewasa lanjut banyak
disebabkan oleh penyakit kronis.
Duka cita merupakan kelumpuhan
secara emosional, tidak percaya perpisahan, cemas, putus asa, sedih, dan
kesepian yang muncul saat kita akan melalui tiga fase duka cita, yaitu terkejut,
putus asa, dan pulih kembali. Sedang empat fase duka cita yaitu kelumpuhan,
rindu, depresi, dan pulih kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Genoie Papalia
. E., Human Development,(mei,2008)
http://perkembangan
bahasa.lansia.com.html
[3]
http://perkembangan bahasa.lansia.com.html
[4]
Papalia . E. Genoie, Human Development,(mei,2008) cet 1, hlm 958- 959
0 comments:
Post a Comment