BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam keseluruhan
aspek kehidupan manusia. Hal itu di sebabkan, pendidikan berpengaruh langsung
tehadap kehidupan manusia dan perkembangan seluruh aspek kepribadian manusia.
kalau bidang-bidang lain seperti ekonomi, pertanian, arsitektur, dan sebagainya
berperan menciptakan saran dan prasarana bagi kepentingan manusia, pendidikan
berkaitan langsung dengan pembentukan manusia. Pendidikan “menentukan’’ model
manusia yang akan di hasilkannya.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam seluruh
kegiatan pendidikan dan menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat
pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam
perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat di kerjakan
sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang
di dasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Kalau
landasan pembuatan gedung tidak kokoh yang akan ambruk adalah gedung tersebut,
kalau landasan pendidikan khususnya kurikulum yang lemah maka yang akan ambruk
adalah manusianya.
Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum
yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, serta
perkembangan ilmu dan teknologi, pada makalah ini akan di bahas landasan
psikologis dan sosial-budaya.[1]
2.1 Rumusan Masalah
1.
Apa Landasan Pengembangan Kurikulum?
2.
Apa itu Landasan Psikologis?
3.
Apa itu Landasan Sosial?
2.2 Tujuan Masalah
1.
Mengetahui Landasan Pengembangan Kurikulum.
2.
Mengetahui Landasan Psikologis.
3.
Mengetahui Landasan Sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kepribadian dan
tingkah laku manusia dalam alquran
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ
اَمَنُوْالاَيَسْخَرْقَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى اَنْ يَكُوْنُوْاخَيْرًامِنْهُمْ
وَلاَنِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى اَنْ يَكُنَّ خَيْرًامِنْهُنَّ
وَلاَتَلْمِزُوْااَنْفُسَكُمْ وَلاَتَنَابَزُوْا بِاْلاَلْقَابِ بِئْسَ الإِسْمُ
الْفُسُوْقُ بَعْدَاْلإِيْمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ
(۱۱)
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْااجْتَنِبُوْاكَثِيْرًامِنَ الظَّنِّ اِنَّ بَعْضَ
الظَّنِّ اِثْمٌ وَلاَتَجَسَّسُوْاوَلاَيَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا اَيُحِبُّ
اَحَدُكُمْ اَنْ يَاءْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًافَكَرِهْتُمُوْهُ
وَاتَّقُواللهَ اِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ (۱۲)
يَاَيُّهَاالنَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍوَاُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوْبًاوَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا اِنْ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ اَتْقَاكُمْ
اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ (۱۳)
(11). Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum
mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olok
lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan jangan pula wanita-wanita
mengolok-olok wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olok
lebih baik dari wanita yang mengolok-olok dan janganlah kamu mencela dirimu
sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk,
seburuk-buruk panggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak
bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (12). Hai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian
prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang
lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah salah
seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (13) Hai manusia, sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seseorang laki-laki seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal,
sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan adab-adab (budi pekerti)
yang harus berlaku diantara sesama mukmin, dan juga menjelaskan beberapa fakta
yang menambah kukuhnya persatuan umat Islam, yaitu:
a. Menjauhkan diri dari berburuk sangka kepada yang lain.
b. Menahan diri dari memata-matai keaiban orang lain.
c. Menahan diri dari mencela dan menggunjing orang
lain.
Dan dalam ayat ini juga, Allah menerangkan bahwa semua
manusia dari satu keturunan, maka kita tidak selayaknya menghina saudaranya
sendiri. Dan Allah juga menjelaskan bahwa dengan Allah menjadikan kita
berbangsa-bangsa, bersuku-suku dan bergolong-golong tidak lain adalah agar kita
saling kenal dan saling menolong sesamanya. Karena ketaqwaan, kesalehan dan
kesempurnaan jiwa itulah bahan-bahan kelebihan seseorang atas yang lain.[2]
2.2 Landasan Psikologis Pengembangan
Kurikulum
Psikologi
merupakan ilmu yang mempelajari tingah laku manusia. Sedangkan Kurikulum adalah
upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah perilaku manusia. Karena itu, dalam pengembangan kurikulum harus
berlandaskan pada psikologi sebagai refrensi dalam menentukan apa dan bagaimana
perilaku tersebut harus dikembangkan. Dengan kata lain, pentingnya psikologi,
terutama dalam kurikulum tersebut harus disusun, yaitu bagaimana kurikulum diberikan
dalam bentuk pengajaran dan bagaimana proses belajar siswa dalam mempelajari
kurikulum.
2.2.1 Psikologis anak
Sekolah
didirikan untuk anak untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-situasi
dimana anak dapat belajar untuk mengembangkan bakatnya. Selama berabad-abad
anak tidak di pandang sebagai manusia yang lain dari pada orang dewasa dan
karena itu mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya dan
dilakukan penelitian ilmiah untuk lebih mengenalnya. Sejak permulaan abad yang
ke-20 anak kian mendapat perhatian dan
menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum. Timbulah aliran yang
bernama progesif , bahkan kurikulum yang semata-mata di dasarkan atas minat
perkembangan anak , yaitu child centered currikulum , kurikulum ini dapat
di pandang sebagai reaksi terhadap kurikulum yang ditentukan oleh orang dewasa
tanpa menghiraukan kebutuhan dan minat anak. Tentu saja kurikulum yang begitu
ekstrim mengutamakan salah satu dasar akan mempunyai kekurangan-kekurangan.
Namun gerakan ini tak dapat menarik perhatian para pendidik, khususnya para
pengembang kurikulum, untuk selalu
menjadikan anak sebagai salah satu pokok pemikiran.
2.2.2 Psikologi belajar
Pendidikan di
sekolahan di berikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak-anak dapat
dididik dan dapat di pengaruhi perilakunya. Anak-anak dapat belajar untuk
mengetahui sebuah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat menerima norma-norma,
dapat mengusai sejumlah keterampilan. Maka, kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan
dengan seefektif-efektifnya.
Teori belajar
di jadikan dasar bagi proses belajar mengajar. Dengan demikian ada hubungan
yang erat antara kurikulum dan psikologi belajar serta psikologi anak. Karna hubungan yang
sangat erat itu maka psikologi menjadi salah satu dasar kurikulum.
Sejak ada
manusia di dunia ini, ia belajar dan ada yang mengajarnya. Tiap orang tua
mendidik anaknya mengajarnya berbagai pengetahuan,keterampilan norma norma.
Belajar itu
ternyata sangat kompleks apa yang dipelajari bermacam-macam. Ada bedanya
belajar fakta atau informasi lain belajar memecahkan masalah, lain pula
mempelajari nilai-nilai. Tak ada satu teori belajar yang dapat mencakup segala
macam jenis belajar. Banyak sekali teori belajar seperti teori ilmu jiwa
seperti teori behavioristik, teori lapangan dan lain-lain. Suatu teori belajar
adalah suatu pandangan terpadu yang
sistematis tentang cara manusia berinteraksi dengan lingkungan sehingga terjadi suatu perubahan perilaku.
Secara
tradisional belajar di anggap sebagai menambah pengetahuan. Yang di utamakan
ialah aspek intelektualnya.
Pendapat lain
yang populer adalah memandang belajar sebagai perubahan kelakuan suatu change
of behavior oleh ernest r hilgard
Seorang belajar
yaitu ketika kita dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya kita tidak dapat
melakukannya yaitu Ia menghadapai sesuatu dengan cara yang lain. Kelakuan harus
di pandang dengan arti yang luas jadi belajar tidak hanya mengenai bidang
intelektual saja tapi seluruh pribadi anak kognitif, afektif, maupun
psikomotor. Perubahan karena mabuk bukan hasil belajar dan kemampuan binatang
karena pertumbuhan insting seperti membuat sarang adalah bukan karena belajar.[3]
2.2.3 Psikologi
perkembangan
Peserta didik
adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Tugas utama yang
sesungguhnya dari para pendidik adalah membantu perkembangan peserta didik
secara optimal. Sejak kelahiran sampai menjelang kematian, anak selalu dalam
proses perkembangn yang mencakup perkembangna seluruh aspek kehidupannya. Tanpa pendidikan di sekolah anak tetap
berkembang, tetapi dengan pendidikan di sekolah tahap perkembangannya menjadi
lebih tinggi dan lebih luas. Apa yang dididikkan dan bagaimana cara
mendidiknya, perlu di sesuaikan dengan pola-pola perkembangan anak.
Perkembangan
atau kemajuan-kemajuan yang dialami anak sebagian besar terjadi karena usaha
belajar, baik berlangsung melalui proses peniruan, pengingatan, pembiasaan,
pemahaman, penerapan maupun pemecahan masalah. Cara belajar mana yang dapat
memberikan hasil secara optimal serta bagaimana proses pelaksanaannya
membutuhkan study yang sistematik dan mendalam.
Psikologi
perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa
pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa.
Pengetahuan
tentang perkembangan individu diperoleh melalui studi yang bersifat
longitudinal,cross sectional, psikoanalitik, sosiologik, atau studi
kasus. Studi longitudinal menghimpun informasi tentang perkembangan individu
melalui pengamatan dan pengkajian perkembangan sepanjang masa perkembangan,
dari saat lahir sampai dengan dewasa, seperti yang pernah dilakukan oleh
Williard C. Olson. Metode cross sectional pernah dilakukan oleh Arnold
Gessel. Ia mempelajari beribu-ribu anak dari berbagai tingkatan usia, mencatat
ciri-ciri fisik dan mental, pola-pola perkembangan dan kemampuan, serta
perilaku mereka. Studi psikoanalitik
dilakukan oleh Sigmund Freud beserta para pengikutnya. Studi ini lebih banyak
diarahkan mempelajari perkembangan anak pada masa-masa sebelumnya, terutama
pada masa balita. Menurut mereka, pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa
ini dapat mengganggu perkembangan pada
masa-masa berikutnya. Metode sosiologik di gunakan oleh Robert Havighurst. Ia
mempelajari perkembangan anak dilihat dari tuntutan akan tugas-tugas yang harus dihadapi dan dilakukan dalam
masyarakat. Tuntutan akan tugas-tugas kehidupan masyarakat ini oleh Havighurst
di sebur sebagai tugas-tugas perkembangan. Ada seperangkat tugas-tugas
perkembangan yang harus dikuasai individu dalam setiap tahap perkembangan.
Metode lain yang digunakan untuk mengkaji perkembangan anak adalah studi kasus.
Dengan mempelajari kasus-kasus tertentu, para ahli psikologi perkembangan
menarik beberapa kesimpulan tentang pola-pola perkembangan anak.
2.3 Landasan
Sosial-Budaya Pengembangan
Kurikulum
Anak tidak hidup sendiri terisolasi dari manusia lainnya, ia selalu
hidup dalam suatu masyarakat. Di situ ia harus memenuhi tugas-tugas yang harus
dilakukannya dengan penuh tanggung jawab baik sebagai anak maupun sebagai orang
dewasa kelak ia banyak menerima jasa dari masyarakat sebaliknya dia harus
menyumbangkan baktinya bagi kemajuan masyarakat.
Tiap masyarakat mempunyai norma-norma adat kebiasaan dan nilai yang
dianut. Tiap anak akan berbeda latar belakang kebudayaannya. Perbedaan ini
harus di pertimbangkan dalam kurikulum. Juga perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi merupakan faktor pertimbangn dalam kurikulum.
Oleh sebab masyarakat adalah suatu faktor yang begitu penting dalam
pengembangan kurikulum, maka masyarakat -masyarakat dijadikan salah satu asas.
Dalam hal ini pun harus kita jaga, agar asas
ini jangan terlampau mendominasi sehingga timbul kurikulum yang berpusat
pada masyarakat atau society centered curriculum.[4]
Perubahan kehidupan sejalan dengan perkembangan masyarakat. Pola
kerja masyarakat modern industri menuntut waktu kerja yang tidak teratur,
melebihi waktu biasa.
Dalam keluarga anak juga mempunyai masalah sendiri. Seperti anak-anak
yang belum bersekolah tinggal di rumah bersama pembantu. Mereka lebih banyak
hidup dan bergaul dengan pembantu daripada dengan orang tuanya. Anak yang bersekolah
sebagian waktunya digunakan di kelas tetapi sebagian besar digunakan di rumah
atau di luar rumah dengan teman temannya. Kesempatan anak remaja di rumah lebih
sedikit umumnya berada di luar rumah untuk menyelesaikan tugas sekolah atau
bergaul dengan teman.[5]
Selanjutnya yang perlu diperhatikan dari aspek sosial
budaya adalah:
1. Perubahan pola hidup, yaitu terjadinya perubahan dari masyarakat agraris tradisional menuju kehidupan industri modern. Perubahan tersebut dapat dilihat dalam beberapa aspek:
1. Perubahan pola hidup, yaitu terjadinya perubahan dari masyarakat agraris tradisional menuju kehidupan industri modern. Perubahan tersebut dapat dilihat dalam beberapa aspek:
a) Pola kerja
pada masyarakat agraris cenderung teratur berlangsung siang hari, dari pagi
hingga sore. Tetapi tidak demikian pada
masyarakat indutri, mereka cenderung tidak teratur dan memiliki waktu kerja
yang lebih panjang.
b) Pola hidup
yang sangat bergantung pada hasil teknologi, pada masyarakat industri ketergantungan pada hasil teknologi lebih tinggi,
bahwa dalam kehidupannya menjadi suatu yang harus dipenuhi, daripada masyarakat
petani yang agraris tradisional.
c) Pola hidup
dalam system perekonomian baru, yaitu bahwa pertumbuhan ekonomi, ditandai
dengan penggunaan produk perbankan dengan sistim baru, munculnya pasar modern
yang semakin menggeser pasar tradisional, tidak hanya membawa dampak positif
saja tetapi terkadang pengaruh negative terhadappolahidupmasyarakat.
Tiga hal tersebut merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan ketika akan menyusun kurikulum, sehingga dapat ditentukan muatan atau materi untuk bekal menghadapi kondisi tersebut.
Tiga hal tersebut merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan ketika akan menyusun kurikulum, sehingga dapat ditentukan muatan atau materi untuk bekal menghadapi kondisi tersebut.
2. Perubahan kehidupan politik, yaitu perubahan
politik yang diakibatkan era globalisasi, perubahan yang terjadi baik dalam
wilayah nasional maupun internasional. Sebagai contoh di Indonesia, dengan era
reformasinya, maka semua aspek berubah, tidak terkecuali pendidikan. Pendidikan
harus diarahkan untuk menciptakan manusia yang kritis dan demokratis. Karena
itu perubahan kearah transparansi harus ditangkap oleh para pengembang
kurikulum. Kehidupan demokratis harus menjiwai kurikulum. Hal ini yang
mendasari munculnya produk hukum yang memberikan kewenangan daerah untuk
mengurusi rumah tangganya termasuk dalam bidang pendidikan. Sinyal yang harus
ditangkap para pengembang kurikulum di daerah, untuk memberdayakan pendidikan
sebagai pembentuk generasi yang handal sesuai dengan nilai dan kebutuhan
masyarakat lokal, nasional, maupun global.[6]
2.3.1 Pendidikan dan
perubahan masyarakat
Masyarakat
senantiasa berubah dan terus menerus
akan berubah.masyarakat kita sekarang jauh berlainan dari pada masyarakat nenek
moyang kita dan akan berubah dengan masyarakat yang akan di hadapi oleh anak cucu
kita. Ilmu pengetahuan dan teknologi ialah daya-daya yang sangat mempercepat
perubahan dalam masyarakat, sehingga merupakan suatu revolusi. Tak ada lagi
daerah atau negara yang terpencil. Segala sesuatu yang penting yang terjadi di
suatu daerah, segera di ketahui di semua pelosok di dunia.
Masyarakat kita sekarang ini sangat dinamis dan senanntiasa akan
berubah. Berdasarkan kenyataan ini, dapatkah dipertahankan kurikulum yang statis,
kolot dan membantu? Misalnya rencana pelajaran yang bercorak kolonial tidak
dapat di pertahankan dalam negara yang telah merdeka. Bila di terima sebagai
prinsip, bahwa sekolah harus mendidik untuk kehidupan, bahwa sekolah harus
mempersiapkan anak-anak untuk masyarakat, maka kurikulum seharusnya disesuaikan
dengan gerak-gerik dan perubahan- perubahan masyarakat itu. Isi kurikulum harus
senantiasa dapat berubah sesuai dengan perubahan masyarakat karena kurikulum harus
dinamis dan ini hanya mungkin dengan bentuk kurikulum yang fleksibel, yakni
yang dapat di ubah menurut kebutuhan dan keadaan. Degan demikian kurikulum itu
cukup elastis sehingga senantiasa terbuka untuk memberikan bahan pelajaran yang
penting dan perlu bagi murid-murid pada saat jam dan tempat tertentu. Karena kurikulum tidak dapat di tentukan secara mutlak dan
yuniform untuk semua sekolah dalam bentuk suatu rencana pelajaran terurai yang
harus diikuti oleh guru hingga detail yang sekecil kecilnya.
Kurikulum yang uniform mematikan inisiatif guru, mengekang
kebebasannya dan menutup kemungkinan untuk menyesuaikan kurikulum dengan
keadaan masyarakat dan kebutuhan murid-murid setempat. Kurikulum yang uniform
juga bertentangan dengan prinsip untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan
individual.[7]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Landasan
Psikologis Pengembangan Kurikulum
a.Psikologis
anak
Sekolah
didirikan untuk anak untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-situasi
dimana anak dapat belajar untuk mengembangkan bakatnya.
b.Psikologi belajar
Pendidikan di
sekolahan diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak-anak dapat
dididik serta dapat dipengaruhi kelakuannya atau perilakunya.
c.Psikologi
perkembangan
Psikologi
perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa
pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa
Landasan Sosial-Budaya Pengembangan kurikulum
Perubahan
kehidupan sejalan dengan perkembangan masyarakat. Pola kerja masyarakat modern
industri menuntut waktu kerja yang tidak teratur, melebihi waktu biasa.
Daftar pustaka
S Nasution, Asas asas
kurikulum, (Jakarta PT bumi aksara 2009)
Syarief, Hamid, Pengembangan Kurikulum,
(Surabaya : PT Bina Ilmu, 1996)
Sukmadinata Nana, Perkembangan kurikulum teori dan praktek, Bandung:
PT remaja rodaskarya, 2010.
http://yadafik.blogspot.co.id/2014/10/ayat-ayat-al-quran-tentang-sosial.htm
[1] nana
sukmadinata Perkembangan kurikulum teori dan praktek Bandung
PT remaja rodaskarya 2010 hlm 38
[2]http://yadafik.blogspot.co.id/2014/10/ayat-ayat-al-quran-tentang-sosial.html
[3] S Nasution Asas
asas kurikulum (Jakarta PT bumi aksara 2009) hlm 58-59
[5] nana
sukmadinata Perkembangan kurikulum teori dan praktek Bandung
PT remaja rodaskarya 2010 hlm 38 64
[6] A. Hamid Syarief, Pengembangan
Kurikulum (Surabaya : PT Bina Ilmu, 1996), hlm 48
[7] S Nasution Asas
asas kurikulum (Jakarta PT bumi aksara 2009) hlm hlm 162
0 comments:
Post a Comment