Saturday, March 23, 2019

MAKALAH PENGENMBANGAN KURIKULUM


BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar belakang
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia. Hal itu di sebabkan, pendidikan berpengaruh langsung tehadap kehidupan manusia dan perkembangan seluruh aspek kepribadian manusia. kalau bidang-bidang lain seperti ekonomi, pertanian, arsitektur, dan sebagainya berperan menciptakan saran dan prasarana bagi kepentingan manusia, pendidikan berkaitan langsung dengan pembentukan manusia. Pendidikan “menentukan’’ model manusia yang akan di hasilkannya.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai  kedudukan yang cukup sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan dan menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat di kerjakan sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang di dasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Kalau landasan pembuatan gedung tidak kokoh yang akan ambruk adalah gedung tersebut, kalau landasan pendidikan khususnya kurikulum yang lemah maka yang akan ambruk adalah manusianya.
Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, serta perkembangan ilmu dan teknologi, pada makalah ini akan di bahas landasan psikologis dan sosial-budaya.[1]
2.1       Rumusan Masalah
1.      Apa Landasan Pengembangan Kurikulum?
2.      Apa itu Landasan Psikologis?
3.      Apa itu Landasan Sosial?
2.2       Tujuan Masalah
1.      Mengetahui Landasan Pengembangan Kurikulum.
2.      Mengetahui Landasan Psikologis.
3.      Mengetahui Landasan Sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Kepribadian dan tingkah laku manusia dalam alquran
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْالاَيَسْخَرْقَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى اَنْ يَكُوْنُوْاخَيْرًامِنْهُمْ وَلاَنِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى اَنْ يَكُنَّ خَيْرًامِنْهُنَّ وَلاَتَلْمِزُوْااَنْفُسَكُمْ وَلاَتَنَابَزُوْا بِاْلاَلْقَابِ بِئْسَ الإِسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَاْلإِيْمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ (۱۱) يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْااجْتَنِبُوْاكَثِيْرًامِنَ الظَّنِّ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَلاَتَجَسَّسُوْاوَلاَيَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَاءْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًافَكَرِهْتُمُوْهُ وَاتَّقُواللهَ اِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ (۱۲) يَاَيُّهَاالنَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍوَاُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًاوَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا اِنْ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ اَتْقَاكُمْ اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ (۱۳)
(11). Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olok wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olok lebih baik dari wanita yang mengolok-olok dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, seburuk-buruk panggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (12). Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (13) Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang laki-laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan adab-adab (budi pekerti) yang harus berlaku diantara sesama mukmin, dan juga menjelaskan beberapa fakta yang menambah kukuhnya persatuan umat Islam, yaitu:
a. Menjauhkan diri dari berburuk sangka kepada yang lain.
b. Menahan diri dari memata-matai keaiban orang lain.
c. Menahan diri dari mencela dan menggunjing orang lain.
Dan dalam ayat ini juga, Allah menerangkan bahwa semua manusia dari satu keturunan, maka kita tidak selayaknya menghina saudaranya sendiri. Dan Allah juga menjelaskan bahwa dengan Allah menjadikan kita berbangsa-bangsa, bersuku-suku dan bergolong-golong tidak lain adalah agar kita saling kenal dan saling menolong sesamanya. Karena ketaqwaan, kesalehan dan kesempurnaan jiwa itulah bahan-bahan kelebihan seseorang atas yang lain.[2]
2.2       Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum
Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tingah laku manusia. Sedangkan Kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah perilaku manusia. Karena itu, dalam pengembangan kurikulum harus berlandaskan pada psikologi sebagai refrensi dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku tersebut harus dikembangkan. Dengan kata lain, pentingnya psikologi, terutama dalam kurikulum tersebut harus disusun, yaitu bagaimana kurikulum diberikan dalam bentuk pengajaran dan bagaimana proses belajar siswa dalam mempelajari kurikulum.
2.2.1    Psikologis anak
Sekolah didirikan untuk anak untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-situasi dimana anak dapat belajar untuk mengembangkan bakatnya. Selama berabad-abad anak tidak di pandang sebagai manusia yang lain dari pada orang dewasa dan karena itu mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya dan dilakukan penelitian ilmiah untuk lebih mengenalnya. Sejak permulaan abad yang ke-20 anak kian mendapat perhatian  dan menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum. Timbulah aliran yang bernama progesif , bahkan kurikulum yang semata-mata di dasarkan atas minat perkembangan anak , yaitu child centered currikulum , kurikulum ini dapat di pandang sebagai reaksi terhadap kurikulum yang ditentukan oleh orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan dan minat anak. Tentu saja kurikulum yang begitu ekstrim mengutamakan salah satu dasar akan mempunyai kekurangan-kekurangan. Namun gerakan ini tak dapat menarik perhatian para pendidik, khususnya para pengembang kurikulum, untuk  selalu menjadikan anak sebagai salah satu pokok pemikiran.
2.2.2    Psikologi belajar
Pendidikan di sekolahan di berikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak-anak dapat dididik dan dapat di pengaruhi perilakunya. Anak-anak dapat belajar untuk mengetahui sebuah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat menerima norma-norma, dapat mengusai sejumlah keterampilan. Maka, kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan seefektif-efektifnya.
Teori belajar di jadikan dasar bagi proses belajar mengajar. Dengan demikian ada hubungan yang erat antara kurikulum dan psikologi belajar  serta psikologi anak. Karna hubungan yang sangat erat itu maka psikologi menjadi salah satu dasar kurikulum.
Sejak ada manusia di dunia ini, ia belajar dan ada yang mengajarnya. Tiap orang tua mendidik anaknya mengajarnya berbagai pengetahuan,keterampilan norma norma.
Belajar itu ternyata sangat kompleks apa yang dipelajari bermacam-macam. Ada bedanya belajar fakta atau informasi lain belajar memecahkan masalah, lain pula mempelajari nilai-nilai. Tak ada satu teori belajar yang dapat mencakup segala macam jenis belajar. Banyak sekali teori belajar seperti teori ilmu jiwa seperti teori behavioristik, teori lapangan dan lain-lain. Suatu teori belajar adalah  suatu pandangan terpadu yang sistematis tentang cara manusia berinteraksi dengan lingkungan  sehingga terjadi suatu perubahan perilaku.
Secara tradisional belajar di anggap sebagai menambah pengetahuan. Yang di utamakan ialah aspek intelektualnya.
Pendapat lain yang populer adalah memandang belajar sebagai perubahan kelakuan suatu change of behavior oleh ernest r hilgard
Seorang belajar yaitu ketika kita dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya kita tidak dapat melakukannya yaitu Ia menghadapai sesuatu dengan cara yang lain. Kelakuan harus di pandang dengan arti yang luas jadi belajar tidak hanya mengenai bidang intelektual saja tapi seluruh pribadi anak kognitif, afektif, maupun psikomotor. Perubahan karena mabuk bukan hasil belajar dan kemampuan binatang karena pertumbuhan insting seperti membuat sarang adalah bukan karena belajar.[3]
2.2.3    Psikologi perkembangan
Peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Tugas utama yang sesungguhnya dari para pendidik adalah membantu perkembangan peserta didik secara optimal. Sejak kelahiran sampai menjelang kematian, anak selalu dalam proses perkembangn yang mencakup perkembangna seluruh aspek kehidupannya.  Tanpa pendidikan di sekolah anak tetap berkembang, tetapi dengan pendidikan di sekolah tahap perkembangannya menjadi lebih tinggi dan lebih luas. Apa yang dididikkan dan bagaimana cara mendidiknya, perlu di sesuaikan dengan pola-pola perkembangan anak.
Perkembangan atau kemajuan-kemajuan yang dialami anak sebagian besar terjadi karena usaha belajar, baik berlangsung melalui proses peniruan, pengingatan, pembiasaan, pemahaman, penerapan maupun pemecahan masalah. Cara belajar mana yang dapat memberikan hasil secara optimal serta bagaimana proses pelaksanaannya membutuhkan study yang sistematik dan mendalam.
Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa.
Pengetahuan tentang perkembangan individu diperoleh melalui studi yang bersifat longitudinal,cross sectional, psikoanalitik, sosiologik, atau studi kasus. Studi longitudinal menghimpun informasi tentang perkembangan individu melalui pengamatan dan pengkajian perkembangan sepanjang masa perkembangan, dari saat lahir sampai dengan dewasa, seperti yang pernah dilakukan oleh Williard C. Olson. Metode cross sectional pernah dilakukan oleh Arnold Gessel. Ia mempelajari beribu-ribu anak dari berbagai tingkatan usia, mencatat ciri-ciri fisik dan mental, pola-pola perkembangan dan kemampuan, serta perilaku  mereka. Studi psikoanalitik dilakukan oleh Sigmund Freud beserta para pengikutnya. Studi ini lebih banyak diarahkan mempelajari perkembangan anak pada masa-masa sebelumnya, terutama pada masa balita. Menurut mereka, pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa ini dapat mengganggu  perkembangan pada masa-masa berikutnya. Metode sosiologik di gunakan oleh Robert Havighurst. Ia mempelajari perkembangan anak dilihat dari tuntutan akan tugas-tugas  yang harus dihadapi dan dilakukan dalam masyarakat. Tuntutan akan tugas-tugas kehidupan masyarakat ini oleh Havighurst di sebur sebagai tugas-tugas perkembangan. Ada seperangkat tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasai individu dalam setiap tahap perkembangan. Metode lain yang digunakan untuk mengkaji perkembangan anak adalah studi kasus. Dengan mempelajari kasus-kasus tertentu, para ahli psikologi perkembangan menarik beberapa kesimpulan tentang pola-pola perkembangan anak.
2.3       Landasan Sosial-Budaya Pengembangan Kurikulum
Anak tidak hidup sendiri terisolasi dari manusia lainnya, ia selalu hidup dalam suatu masyarakat. Di situ ia harus memenuhi tugas-tugas yang harus dilakukannya dengan penuh tanggung jawab baik sebagai anak maupun sebagai orang dewasa kelak ia banyak menerima jasa dari masyarakat sebaliknya dia harus menyumbangkan baktinya bagi kemajuan masyarakat.
Tiap masyarakat mempunyai norma-norma adat kebiasaan dan nilai yang dianut. Tiap anak akan berbeda latar belakang kebudayaannya. Perbedaan ini harus di pertimbangkan dalam kurikulum. Juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor pertimbangn dalam kurikulum.
Oleh sebab masyarakat adalah suatu faktor yang begitu penting dalam pengembangan kurikulum, maka masyarakat -masyarakat dijadikan salah satu asas. Dalam hal ini pun harus kita jaga, agar asas  ini jangan terlampau mendominasi sehingga timbul kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau society centered curriculum.[4]
Perubahan kehidupan sejalan dengan perkembangan masyarakat. Pola kerja masyarakat modern industri menuntut waktu kerja yang tidak teratur, melebihi waktu biasa.
Dalam keluarga anak juga mempunyai masalah sendiri. Seperti anak-anak yang belum bersekolah tinggal di rumah bersama pembantu. Mereka lebih banyak hidup dan bergaul dengan pembantu daripada dengan orang tuanya. Anak yang bersekolah sebagian waktunya digunakan di kelas tetapi sebagian besar digunakan di rumah atau di luar rumah dengan teman temannya. Kesempatan anak remaja di rumah lebih sedikit umumnya berada di luar rumah untuk menyelesaikan tugas sekolah atau bergaul dengan teman.[5]
Selanjutnya yang perlu diperhatikan dari aspek sosial budaya adalah:
1. Perubahan pola hidup, yaitu terjadinya perubahan dari masyarakat agraris tradisional menuju kehidupan industri modern. Perubahan tersebut dapat dilihat dalam beberapa aspek:
a)      Pola kerja pada masyarakat agraris cenderung teratur berlangsung siang hari, dari pagi hingga sore. Tetapi tidak demikian pada masyarakat indutri, mereka cenderung tidak teratur dan memiliki waktu kerja yang lebih panjang.
b)      Pola hidup yang sangat bergantung pada hasil teknologi, pada masyarakat industri ketergantungan pada hasil teknologi lebih tinggi, bahwa dalam kehidupannya menjadi suatu yang harus dipenuhi, daripada masyarakat petani yang agraris tradisional.
c)      Pola hidup dalam system perekonomian baru, yaitu bahwa pertumbuhan ekonomi, ditandai dengan penggunaan produk perbankan dengan sistim baru, munculnya pasar modern yang semakin menggeser pasar tradisional, tidak hanya membawa dampak positif saja tetapi terkadang pengaruh negative terhadappolahidupmasyarakat.
Tiga hal tersebut merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan ketika akan menyusun kurikulum, sehingga dapat ditentukan muatan atau materi untuk bekal menghadapi kondisi tersebut.
2. Perubahan kehidupan politik, yaitu perubahan politik yang diakibatkan era globalisasi, perubahan yang terjadi baik dalam wilayah nasional maupun internasional. Sebagai contoh di Indonesia, dengan era reformasinya, maka semua aspek berubah, tidak terkecuali pendidikan. Pendidikan harus diarahkan untuk menciptakan manusia yang kritis dan demokratis. Karena itu perubahan kearah transparansi harus ditangkap oleh para pengembang kurikulum. Kehidupan demokratis harus menjiwai kurikulum. Hal ini yang mendasari munculnya produk hukum yang memberikan kewenangan daerah untuk mengurusi rumah tangganya termasuk dalam bidang pendidikan. Sinyal yang harus ditangkap para pengembang kurikulum di daerah, untuk memberdayakan pendidikan sebagai pembentuk generasi yang handal sesuai dengan nilai dan kebutuhan masyarakat lokal, nasional, maupun global.[6]
2.3.1    Pendidikan dan perubahan masyarakat
Masyarakat senantiasa berubah dan terus  menerus akan berubah.masyarakat kita sekarang jauh berlainan dari pada masyarakat nenek moyang kita dan akan berubah dengan masyarakat yang akan di hadapi oleh anak cucu kita. Ilmu pengetahuan dan teknologi ialah daya-daya yang sangat mempercepat perubahan dalam masyarakat, sehingga merupakan suatu revolusi. Tak ada lagi daerah atau negara yang terpencil. Segala sesuatu yang penting yang terjadi di suatu daerah, segera di ketahui di semua pelosok di dunia.
Masyarakat kita sekarang ini sangat dinamis dan senanntiasa akan berubah. Berdasarkan kenyataan ini, dapatkah dipertahankan kurikulum yang statis, kolot dan membantu? Misalnya rencana pelajaran yang bercorak kolonial tidak dapat di pertahankan dalam negara yang telah merdeka. Bila di terima sebagai prinsip, bahwa sekolah harus mendidik untuk kehidupan, bahwa sekolah harus mempersiapkan anak-anak untuk masyarakat, maka kurikulum seharusnya disesuaikan dengan gerak-gerik dan perubahan- perubahan masyarakat itu. Isi kurikulum harus senantiasa dapat berubah sesuai dengan perubahan masyarakat karena kurikulum harus dinamis dan ini hanya mungkin dengan bentuk kurikulum yang fleksibel, yakni yang dapat di ubah menurut kebutuhan dan keadaan. Degan demikian kurikulum itu cukup elastis sehingga senantiasa terbuka untuk memberikan bahan pelajaran yang penting dan perlu bagi murid-murid pada saat jam dan tempat tertentu. Karena kurikulum  tidak dapat di tentukan secara mutlak dan yuniform untuk semua sekolah dalam bentuk suatu rencana pelajaran terurai yang harus diikuti oleh guru hingga detail yang sekecil kecilnya.
Kurikulum yang uniform mematikan inisiatif guru, mengekang kebebasannya dan menutup kemungkinan untuk menyesuaikan kurikulum dengan keadaan masyarakat dan kebutuhan murid-murid setempat. Kurikulum yang uniform juga bertentangan dengan prinsip untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan individual.[7]

BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum
a.Psikologis anak
Sekolah didirikan untuk anak untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-situasi dimana anak dapat belajar untuk mengembangkan bakatnya.
b.Psikologi belajar
Pendidikan di sekolahan diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak-anak dapat dididik serta dapat dipengaruhi kelakuannya atau perilakunya.
c.Psikologi perkembangan
Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa
Landasan Sosial-Budaya Pengembangan kurikulum
Perubahan kehidupan sejalan dengan perkembangan masyarakat. Pola kerja masyarakat modern industri menuntut waktu kerja yang tidak teratur, melebihi waktu biasa.

Daftar pustaka
S Nasution,  Asas asas kurikulum, (Jakarta PT bumi aksara 2009)
Syarief, Hamid, Pengembangan Kurikulum, (Surabaya : PT Bina Ilmu, 1996)
Sukmadinata Nana, Perkembangan kurikulum teori dan praktek, Bandung: PT remaja rodaskarya, 2010.
http://yadafik.blogspot.co.id/2014/10/ayat-ayat-al-quran-tentang-sosial.htm


[1] nana sukmadinata Perkembangan kurikulum teori dan praktek  Bandung  PT remaja rodaskarya 2010 hlm 38
[2]http://yadafik.blogspot.co.id/2014/10/ayat-ayat-al-quran-tentang-sosial.html
[3] S Nasution Asas asas kurikulum (Jakarta PT bumi aksara 2009) hlm 58-59
[4]ibid hlm 12- 14
[5] nana sukmadinata Perkembangan kurikulum teori dan praktek  Bandung  PT remaja rodaskarya 2010 hlm 38 64
[6] A. Hamid Syarief, Pengembangan Kurikulum (Surabaya : PT Bina Ilmu, 1996), hlm 48
[7] S Nasution Asas asas kurikulum (Jakarta PT bumi aksara 2009) hlm hlm 162

0 comments:

Post a Comment